"Apa ketakutan terbesarmu Mi?"
Seandainya pertanyaan ini ditanyakan enam tahun lalu, aku akan dengan amat jumawa menjawab "apa ya? Aku nggak pernah tuh takut"
Tapi saat pertanyaan itu mampir sekarang, aku hanya punya satu jawaban. "Banyak!"
Bukan, bukan karna dulu aku pemberani dan sekarang jadi penakut. Dahulu aku pun sama takutnya, tapi diriku yang remaja punya harga diri sangat tinggi yang susah ditawar. Itu menjadikanku manusia super denial. Semakin aku dewasa, makin banyak hal yang aku lewati, semakin aku tersadar banyak hal yang seharusnya tidak lagi ditutupi dan dicarikan tameng.
Kemudian aku mulai jujur mengenali diriku dan mulai satu-satu menanggalkan topeng dan tameng yang selama ini jadi pelindungku.
Bukan lantas jadi seorang yang blak-blakan, tapi jadi seorang yang jujur pada sekitar dan diri sendiri tentunya.
"Lalu apa yang membuatmu takut?"
Sama seperti semua orang, aku juga takut gagal, aku takut dianggap remeh orang lain, aku takut mengecewakan banyak ekspektasi, aku takut perbuatanku menyakiti banyak hati, aku takut dikecewakan, dan sungguh masih banyak rasa takut yang aku punya.
Tapi dari banyaknya rasa takut yang aku punya, aku lebih takut kehilangan impian, harapan, dan sungguh aku takut akan menyesal saat aku tak melakukan apapun karna ketakutanku dimasa lalu.
Karna ketakutan itu, aku menjalani hidupku dengan sederhana. Saat tantangan itu datang, aku akan cepat-cepat memikirkan solusi terbaik, menimbangnya dengan cepat, dan kemudian mengambil keputusan dengan segera. Aku bahkan sering disalahkan saat memutuskan dengan cepat, tapi aku tau saat aku tidak memutuskan dengan segera, aku akan sangat menyesal di kemudian hari.
Aku selalu meyakini, apapun itu hal sedih, rintangan yang sulit ditaklukkan pun pasti akan lewat. Pasti akan berlalu. Masalahnya apakah kita mau melaluinya dengan tangisan, rasa marah, penyesalan, atau bisa sambil tersenyum. Keputusan cepat itulah yang membuat aku tak larut dalam permasalahan dan punya waktu untuk tersenyum di hari yang berat.
"Lalu apakah masih takut?"
Iya. Aku masih merasa takut, tapi tetap merasa ketakutan dan tak bergerak? Aku memilih sebaliknya.
Seandainya pertanyaan ini ditanyakan enam tahun lalu, aku akan dengan amat jumawa menjawab "apa ya? Aku nggak pernah tuh takut"
Tapi saat pertanyaan itu mampir sekarang, aku hanya punya satu jawaban. "Banyak!"
Bukan, bukan karna dulu aku pemberani dan sekarang jadi penakut. Dahulu aku pun sama takutnya, tapi diriku yang remaja punya harga diri sangat tinggi yang susah ditawar. Itu menjadikanku manusia super denial. Semakin aku dewasa, makin banyak hal yang aku lewati, semakin aku tersadar banyak hal yang seharusnya tidak lagi ditutupi dan dicarikan tameng.
Kemudian aku mulai jujur mengenali diriku dan mulai satu-satu menanggalkan topeng dan tameng yang selama ini jadi pelindungku.
Bukan lantas jadi seorang yang blak-blakan, tapi jadi seorang yang jujur pada sekitar dan diri sendiri tentunya.
"Lalu apa yang membuatmu takut?"
Sama seperti semua orang, aku juga takut gagal, aku takut dianggap remeh orang lain, aku takut mengecewakan banyak ekspektasi, aku takut perbuatanku menyakiti banyak hati, aku takut dikecewakan, dan sungguh masih banyak rasa takut yang aku punya.
Tapi dari banyaknya rasa takut yang aku punya, aku lebih takut kehilangan impian, harapan, dan sungguh aku takut akan menyesal saat aku tak melakukan apapun karna ketakutanku dimasa lalu.
Karna ketakutan itu, aku menjalani hidupku dengan sederhana. Saat tantangan itu datang, aku akan cepat-cepat memikirkan solusi terbaik, menimbangnya dengan cepat, dan kemudian mengambil keputusan dengan segera. Aku bahkan sering disalahkan saat memutuskan dengan cepat, tapi aku tau saat aku tidak memutuskan dengan segera, aku akan sangat menyesal di kemudian hari.
Aku selalu meyakini, apapun itu hal sedih, rintangan yang sulit ditaklukkan pun pasti akan lewat. Pasti akan berlalu. Masalahnya apakah kita mau melaluinya dengan tangisan, rasa marah, penyesalan, atau bisa sambil tersenyum. Keputusan cepat itulah yang membuat aku tak larut dalam permasalahan dan punya waktu untuk tersenyum di hari yang berat.
"Lalu apakah masih takut?"
Iya. Aku masih merasa takut, tapi tetap merasa ketakutan dan tak bergerak? Aku memilih sebaliknya.
Komentar
Posting Komentar