Langsung ke konten utama

#SebulanCurcol #Day7: Iya, Aku Seorang Penakut

"Apa ketakutan terbesarmu Mi?"

Seandainya pertanyaan ini ditanyakan enam tahun lalu, aku akan dengan amat jumawa menjawab "apa ya? Aku nggak pernah tuh takut"

Tapi saat pertanyaan itu mampir sekarang, aku hanya punya satu jawaban. "Banyak!"

Bukan, bukan karna dulu aku pemberani dan sekarang jadi penakut. Dahulu aku pun sama takutnya, tapi diriku yang remaja punya harga diri sangat tinggi yang susah ditawar. Itu menjadikanku manusia super denial. Semakin aku dewasa, makin banyak hal yang aku lewati, semakin aku tersadar banyak hal yang seharusnya tidak lagi ditutupi dan dicarikan tameng.

Kemudian aku mulai jujur mengenali diriku dan mulai satu-satu menanggalkan topeng dan tameng yang selama ini jadi pelindungku.
Bukan lantas jadi seorang yang blak-blakan, tapi jadi seorang yang jujur pada sekitar dan diri sendiri tentunya.

"Lalu apa yang membuatmu takut?"

Sama seperti semua orang, aku juga takut gagal, aku takut dianggap remeh orang lain, aku takut mengecewakan banyak ekspektasi, aku takut perbuatanku menyakiti banyak hati, aku takut dikecewakan, dan sungguh masih banyak rasa takut yang aku punya.

Tapi dari banyaknya rasa takut yang aku punya, aku lebih takut kehilangan impian, harapan, dan sungguh aku takut akan menyesal saat aku tak melakukan apapun karna ketakutanku dimasa lalu.

Karna ketakutan itu, aku menjalani hidupku dengan sederhana. Saat tantangan itu datang, aku akan cepat-cepat memikirkan solusi terbaik, menimbangnya dengan cepat, dan kemudian mengambil keputusan dengan segera. Aku bahkan sering disalahkan saat memutuskan dengan cepat, tapi aku tau saat aku tidak memutuskan dengan segera, aku akan sangat menyesal di kemudian hari.

Aku selalu meyakini, apapun itu hal sedih, rintangan yang sulit ditaklukkan pun pasti akan lewat. Pasti akan berlalu. Masalahnya apakah kita mau melaluinya dengan tangisan, rasa marah, penyesalan, atau bisa sambil tersenyum. Keputusan cepat itulah yang membuat aku tak larut dalam permasalahan dan punya waktu untuk tersenyum di hari yang berat.

"Lalu apakah masih takut?"

Iya. Aku masih merasa takut, tapi tetap merasa ketakutan dan tak bergerak? Aku memilih sebaliknya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Dan Pengalaman Sakaw Aroma Karsa (Full Spoiler)

“Kalau wewangian bisa berbicara, suaraku pasti sudah habis menyapa mereka satu demi satu”  Jati Wesi (Surat-Surat Dari Grasse. Aroma Karsa – part 8) “Dari semua yang pernah kukenal, kamu orang pertama yang bisa membaui dunia seperti yang kubaui, yang bisa mencium apa yang kucium. Orang pertama yang mengerti.” – Jati Wesi (Separuh Misteri. Aroma Karsa – part 7) “Asmara tidak bisa dipahami, Cuma bisa dirasakan akibatnya” – Empu Smarakandi Beberapa bulan ini aku sedang keranjingan satu karya yang berhasil membolak balik pikiranku, yang membuat hatiku berjangkar di sana tanpa mau berpindah sejak awal kalimatnya sampai. Aroma Karsa, satu lagi karya terbaru Dee Lestari yang baru 16 Maret 2018 lalu resmi terbit di toko buku. Aroma Karsa sendiri diterbitkan dalam dua versi, buku dan digital. Secara digital, buku ini diterbitkan dalam format cerbung yang dibagi dalam 18 part setiap hari senin dan kamis mulai Januari lalu oleh Bookslife. Seperti yang terlihat pada p

#SebulanCurcol #Day12: Aku #SobatDrakor

Hari ini masuk ke tema yang lumayan receh dan ringan nih di #SebulanCurcol setelah kemarin mengharu biru ngomongin pesan buat anak kita kelak. Kalau ngomongin hobi, di CV aku cuma masukin empat padahal sebenarnya ada lima hobi yang aku selalu lakukan. 1. Dengerin musik 2. ‎Baca buku fiksi 3. ‎Nonton 4. ‎Jelajah pantai Dan yang terakhir, yang terlalu random untuk ditulis di CV adalah 5. ‎Nyampul buku Kalau dengerin musik kayanya bukan hobi lagi ya, tapi sudah masuk kebutuhan bagi aku. Disaat apapun, kondisi apapun musik adalah hal esensial buat aku. Musik itu elemen penting untuk menambah konsentrasi bagiku. Belajar, nyetir, bahkan dulu saat rapat-rapat penting dan krusial aku selalu butuh musik supaya tetap waras dan bisa konsentrasi jauh lebih lama. Oke, lain kali mungkin aku akan cerita soal musik di hidupku. Kalau poin kedua dan keempat sepertinya sudah sering masuk dicerita-cerita lainku di blog ini. Soal hobi menyampul buku pun sepertinya pernah aku baha

Senandika

Yang aku tau, Semesta selalu berbaik hati. Ada banyak hal yang tandang dalam pikir. Sebagian pergi, sebagian mampir sejenak, dan sebagian lagi menetap. Mengakar dan dalam. Pernah ada yang datang mengancapkan akar, cukup kuat nan mengubah perjalanan. Dunia berubah, kenyataan berubah, dan ia pun sama berubahnya. Kemudian kemarin, rasanya baru kemarin satu lagi mampir. Terlampau indah untuk dilewatkan, tapi pun terlalu mengawang membawanya datang di pangkuan. Kemudian pertanyaan datang, apa saatnya rehat? Apa memang saatnya mengembalikannya lagi mengawang? Jalannya redup nan pincang. Hanya saja harapan masih menyala redup menantang. Apakah ini saatnya? Atau apakah boleh merayu sekali lagi? Apakah boleh mengetuk kembali ke pintu yang sama, harapan yang sama? Tapi yang aku tau, Semesta selalu berbaik hati.