Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2015

Bercanda Bersama Semesta

Selamat malam hay pemilik pagi. Aku ingin bercerita tentang guyonan semesta. Okay. Mungkin kamu menyebutnya takdir, banyak sebutannya. Tapi aku lebih suka menamainya semesta.  Disaat banyak orang meragukan apa yang akan dilaluinya di masa depan, aku malah menjalaninya hanya dengan berjalan saja. Tidak mengalir, karna bagiku mengalir akan membuat ku jatuh ke bawah. Iya. Berjalan saja sesuai apa yg aku mau. Hari ini ya hari ini. Besok? Selama ngga menyimpang dari mimpiku sih boleh aja. Dengan cara menjalani hidupku yang seperti ini, jujur saja, perencanaan kadang terlupakan. Akhirnya hidupku seperti berada di roda keberuntungan. Tidak ada yang pasti. Itulah kenapa akhirnya aku bersahabat dengan semesta.  Disaat aku ketinggalan pesawat. Aku bahkan sampai d konter cek in bandara tepat saat seharusnya pesawatku take off. Dan akhirnya petugas menyuruhku membeli tiket baru. Tapi tak lama terdengar pemberitahuan bahwa pesawatku delay. Coba bayangkan, semesta ini terlalu lucu

Menara Mimpi

Bukan perkara kau siapa dan aku siapa, sungguh bukan sekedar itu. Ini tentang kita yang ternyata ditakdirkan untuk mengagumi, berlari, menyemangati, kemudian saling mengerti. Lewat secangkir kopi aku belajar menghargai pendapat banyak kepala. Lewat caramu berusaha aku mengerti rasanya menahan rasa sakit demi banyak kebahagiaan disekitar. Lewat celotehmu, aku sungguh belajar soal menahan egois. Kau telah banyak membuatku bermimpi. Membangun semuanya sampai aku tak tau lagi caranya mengukur tinggi menara impianku. kemudian kau menceburkanku dalam air, bukan untuk mencelakaiku, tapi untuk membangunkanku dari mimpi. Didalam riuhnya buih, aku tau kau sedang menyuruhku berlari ke puncak. Mungkin seandainya kau dapat mengatakannya kau akan berujar “hey bangun, saatnya membuat mimpimu nyata” iya, rasanya seperti saat ini, sesak, lelah, dan hamper menyerah, begitu caraku mengejar mimpi. rasanya   persis sama seperti saat kau mennceburkanku dalam air tak tergapai kaki. Aku su

Selamat Ulang Tahun Lelaki Terhebatku

Aku ingat betul saat itu aku masih berseragam putih abu-abu, pagi itu aku dengan keras kepalanya tak mau berangkat ke sekolah karena alasan sepele yang bahkan sudah terlupakan, mungkin puluhan kali atau bahkan ratusan kali kau menanggapi kelakuanku dengan sabar, sayangnya pagi itu tidak. Pagi itu aku telah membuat engkau marah dan meluapkannya. Pagi itu bukan rasa sakit di tubuhku yang bedenyut membuatku pusing, tapi hatiku lebih sakit saat engkau memukulku teramat keras. Aku sadar, aku telah berlaku berlebihan pagi itu. Tetapi sejak hari itu aku menanamkan satu hal yang sampai saat ini masih selalu aku lakukan “aku tak akan lagi membuatmu marah”. Aku sungguh berhutang teramat banyak padamu, kau mengajarkanku mandiri, kau buat aku kuat menahan kerasnya dunia karena setiap saat aku melihat engkau melakukannya di hadapanku. Engkau yang selalu menanggapiku dengan tepat ditiap emosiku atau bahkan keluhanku pada banyak hal, kau yang selalu cerewet mengingatkanku akan hal kecil yang

Mereka yang Menjalani Hari dengan Menginspirasiku

Siapakah yang sangat menginspirasimu? Ini lah pertanyaan yang akan menggolongkan manusia menjadi dua golongan. Golongan yang akan menjawab dengan yakin, dan golongan yang tidak akan menjawab karna mereka tak tau jawabannya. Bagiku pribadi, ada banyak sekali orang yang menginspirasiku, diantara banyaknya manusia itu aku mempunyai empat orang yang menjadi inspirasiku, yang mengajarkanku banyak hal untuk hidup dan menjadi manusia. Ia adalah ayahku. Kalau ditanya, siapa orang yang merupakan idolamu? Jawabku adalah ayah. Beliau adalah lelaki androgin yang teramat cerdas. Ijazah terakhirnya hanya SMA, tapi apa yang tak ia tau? Aku rasa tak ada. Beliau adalah orang pertama yang mengajarkanku demokrasi dan beragama secara bebas, tak pernah sekalipun beliau memaksaku melakukan hal yang aku tak ingin, termasuk perkara bagaimana aku beragama dan mengesakan Tuhanku. Beliau bukan hanya lawan bicaraku, tapi juga guruku soal politik, social, ekon

Cukup begitu saja

Hay kamu yang peluknya selalu menyenangkan. Lama tak bertemu, ternyata aku rindu. Maafkan karna lama kita tak bertatap. Bukan karena aku tak pernah lagi mencandu pelukmu. Tapi maafkan, aku ternyata masih menghamba kecewa. Bukan untukmu apalagi pelukmu, tapi untuk masa lalu yang kita sama sama tau. Kala ku lelah rasanya aku ingin berlari menghamburmu, memelukmu dengan erat kemudian mendaratkan kecupan di pipimu yang kemudian kau balas dengan usapan hangat di kepalaku. Lalu kau menarikku di sisimu untuk kau rangkul dan begitu saja sampai kita sama sama merasa cukup. Iya. Cukup begitu saja. Cukup begitu saja.

(masih) Mencintai Rasa Sakit?

Kadang ada seorang yang benar-benar tak ingin menyentuh rasa sakit. Menghindari benar rasanya kecewa, memberangus harapan terlalu tinggi karena tak ingin mendapati harapannya tak sesuai. Tapi dilain pihak ada pula seseorang yang mencintai bersahabat dengan rasa sakit. Tidak berusaha pergi meski tau akan tersakiti atau bahkan ia sedang disakiti. Berdalil sayang kadang pula karna teramat percaya pada ucapan kosong mereka yang mereka jatuhi hati. Boleh jadi orang yang membutuhkan bukti cinta adalah mereka yang meragukan cinta, tapi terkadang cinta juga buka soal omongan mereka yang hanya bisa bicara, melambungkan hati seseorang atau bahkan beberapa orang untuk kemudian diberikan harapan yang kosong. Pernahkah kamu menemukan seseorang yang berkata “aku sayang kamu, tapi aku tidak bisa meninggal kan dia karena…. bla bla bla.” Untuk mengetahuinya, cinta dan sayang itu tak butuh tapi. Kalau kau tak percaya, coba tanyakan pada dirimu yang tulus mencintai dia. “kenapa kamu mencintainya?