Seperti yang sering aku curhatkan
di sini, kisah cintaku jarang berakhir dengan bersama. Saat punya kata bersama
pun tak lama juga berakhir begitu saja. Pernah berakhir indah dengan peluk di
bandara, itu kalau aku beruntung bersama orang yang luar biasa, kadang bahkan
aku berpisah hanya dengan lisan, tanpa pelukan terakhir, bahkan seringnya
dengan kemarahannya. Atau lebih sering lagi perpisahan yang kuucap sendiri. Tapi
beruntungnya, aku selalu punya momen manis yang bisa aku ingat tanpa rasa marah
apalagi menyesal, salah satunya kisah yang ini.
2010 lalu aku dikenal sebagai “Duta
Kakak-Adek Nasional” dikalangan teman-temanku karna seseorang ini. Dia adalah
kakak angkatanku di kampus, kebetulan dia juga kakak kelasku saat SMP, dan
kebetulan pula kami punya nama yang sama. Karna nama yang sama ini akhirnya
kami dekat dan mentasbihkan diri menjadi kakak-adik. Aku yang dasarnya memang
big brother complex dari kecil, ditawarin jadi adek ya pasti girang lah pasti. Di
mana ada mas Mimi, disanalah ada adek Mimi. Begitu pula sebaliknya.
Sebagai anak sulung yang terbiasa
melakukan apapun sendiri, kemudian ada seseorang kakak laki-laki yang sering
antar-jemput, setiap hari ngajak makan siang bareng, ngajarin pelajaran yang
aku nggak bisa, bahkan sering ngajak nonton bareng, siapa yang nggak jadi
bahagia? Iya, awalnya memang seperti kakak-adik pada umumnya, tapi pernah satu malam, kami yang memang anak BEM di jurusan punya acara di kampus selama tiga hari dua
malam. Karna kami panitia, tentunya kami hanya punya tenda yang seadanya dan
alas tidur yang seadanya pula, dengan panitia yang jumlahnya banyak. Aku ingat
malam itu tak ada tempat lagi di dalam tenda untuk aku tidur, akhirnya aku lari
mengungsi ke masjid kampus untuk numpang tidur. Tak lama mas Mimi menyusul,
bukan untuk mengungsi tidur sepertiku, tapi untuk memberikan jaketnya,
menyelimutkannya padaku yang setengah tertidur sambil mengelus kepalaku. Kemudian
dia meninggalkanku. Untuk pertama kalinya setelah aku menjadi adiknya aku
merasakan panas di pipi dan hati yang rasanya ingin lompat dari tempatnya. Hilang
sudah kantukku.
Sepertinya gara-gara kegiatan ini
kami sudah melupakan hubungan kakak-adik kami. Berganti dengan hubungan “yang
katanya kakak-adik tapi rasa pacaran” iya, itulah yang aku jalani berbulan-bulan
setelah malam itu. Walaupun kami toh memutuskan berhenti, lebih baik berteman
saja. Tanpa jebakan hubungan tanpa status yang mengatas namakan kakak-adik. Aku
mulai memanggilnya dengan nama depannya dan dia memanggilku nama saja, tanpa
sebutan adek diawal.
Tapi aku bersyukur kami mengakhirinya
dengan baik. Saat ini aku mengingat namanya dengan momen yang manis. Tanpa rasa
marah. Dia seorang yang sering merapatkan jaketku sebelum pulang dari kampus,
yang selalu pamit ke orang tuaku saat kami pergi nonton, dia yang setiap hari
jumat selalu membawakanku bekal yang dia masak sendiri, dia yang sering aku
repoti untuk sekedar membantuku mengetik tugasku, dan dia yang pernah jadi
orang pertama yang aku sapa dipagi hari dan selalu kuucapkan selamat malam
setiap akhir harinya.
Oyasumi nasai, oniisan.
Ps: Teman kampusku yang baca ini
pasti senyum-senyum ni. Tapi hussssttt, jangan berisik ya kalian! hahaha
Komentar
Posting Komentar