Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

6 Postingan Per Bulan

Sebenarnya aku punya janji untuk diriku sendiri. Aku mau rajin nulis, sebulan paling nggak harus ada 6 blog post! Nulis apa aja, mau receh, serius, panjang, pendek. Apapun. Untuk belajar nulis aja. Belajar mengkristalkan pikiran. Tapi sayangnya beberapa bulan terakhir aku malah lebih sering ngeluh. "Ini kenapa sih ngga bisa nulis? Padahal idenya udah ada" "Ini konklusinya udah ada lho. Tapi kenapa kalimatnya ngga nyampe-nyampe?" Dan lain sebagainya Yang selalu kejadian setiap aku mulai nulis adalah nulis dua atau tiga kalimat trus berhenti. Seringnya draff tulisanku bahkan udah sampai dua atau tiga paragraf lalu berhenti gitu aja dan nggak nemu mood melanjutkan. Dua hari ini sebenarnya aku lagi sakit jadi lebih banyak pegang handphone dan mikir hal-hal random, serius dan banyak alaynya. Kemudian aku berfikir juga soal ini. Kenapa aku sekarang susah nulis? Dulu di awal aku buat blog, sejujurnya cuma untuk healing menyembuhkan psikologisku yang

Depresi? (Kamu Tidak Sendiri)

Depresi dan bunuh diri, ini bahasan yang sepertinya selalu muncul ke permukaan. Satu tokoh hari ini, satu lagi beberapa bulan kemudian, dan begitu selalu seolah tersiklus. Jujur aku pun pernah mengalaminya pernah ada di sana dan pernah pula terpikir untuk mengakhiri saja. Sebagai gambaran, aku adalah orang yang cerewet, terkesan ceria dan jarang terlihat sedih. Suka bercerita apapun, becanda, jauh dari kesan pendiam, introvert dan lain sebagainya. Dan aku pernah sedepresi itu, pernah mau bunuh diri juga. "ngga deket sama Tuhan sih" komentar ini lah yang selalu mampir bersamaan pada setiap berita depresi dan bunuh diri.  Walaupun aku bukan orang yang agamis, tapi aku rasa pernyataan ini kurang tepat jadi kongklusi untuk masalah ini. Depresi banyak sekali penyebabnya kadang bahkan tak diketahui pasti penyebabnya tapi nyata adanya. Bisa dialami siapapun bahkan mereka yang agamis pun. Saat kita depresi, kadang bukan jadi saat tersedih kita, tapi yah, alas

#FilmPosesif Film Luar Biasa Tentang Pacaran yang Tak Biasa

Sejujurnya aku ngga terlalu mengikuti produksi film ini dari awal, bahkan aku baru tau ada film judulnya Posesif setelah pengumuman nominasi FFI, filmnya belum tayang, tapi udah masuk 10 nominasi aja. Penasaran? PASTI LAH! Setelah nonton trailernya, “oh, ini tentang kekerasan dalam pacaran” dan sebagai orang yang sering keluar masuk sekolah untuk sosialisasi masalah pacaran sehat tanpa kekerasan, semakin penasaran lah aku, sayangnya baru sempet nonton setelah seminggu film ini diputar di bioskop. Dan yah, reviewnya sudah bertebaran sekali di TL twitter, katanya sih film ini luar biasa bagusnya. Akhirnya kamis lalu aku berhasil nonton, dengan membawa ekspektasi yang sangat tinggi terhadap film ini. Dan bagaimana hasilnya? Apakah ekspektasiku hancur berkeping-keping ataukah terjawab dengan senyum? Film ini diproduksi oleh Palari Film, dan disutradari oleh Edwin. Dua nama yang sebelumnya belum pernah ku dengar, sepertinya aku memang kurang baca dan kurang gaul. *pasrah* Film i

Lelaki Kecil

Hari itu aku melihat wajahnya, untuk pertama kali aku tenggelam mencintai senyumnya, kedipan matanya, dan jari mungilnya. Pagi itu untuk pertama kalinya aku tak bisa membedakan antara mimpi dan kenyataan. Yang aku yakini, kalau ini mimpi, tolong jangan bangunkan aku. Hari itu, usianya baru beberapa jam, bayi lelaki mungil yang bahkan masih keriput dan merah. Lelaki kecil yang berhasil memecahkan tangisku. Lelaki kecil yang akhirnya ku peluk dengan sepenuh hati, yang menggenggam telunjukku dengan yakin. Lelaki kecil yang sering ku sebut dalam banyak obrolan, hari itu aku memeluknya. Tapi pagi itu aku terbangun dengan patah hati yang begitu dalam, lelaki kecil itu hanya sekedar mimpi di tidurku yang kesiangan. Walau peluk itu begitu nyata, walaupun wajahnya tergambar jelas, dan kulitnya teraba nyata, ia hanya mimpi yang belum jadi nyata. Hari itu, untuk kali pertama aku terbangun, kemudian menangis. Bukan menangis ketakutan, aku menangis untuk sesuatu yang ingin aku miliki tap

Menata Hidup, atau Menikmati Hidup?

“pekerjaan impianmu yang kaya apa Mi?” “heeeemmm, apa ya? Yang menyenangkan buat dikerjakan, yang bisa aku kerjain di mana aja, kerjaan yang aku bisa pake sandal jepit waktu aku kerja” _________________________________________________________________________________ Yah, itu sungguh jawaban ngasal yang sebenarnya serius, kurang lebih sudah tujuh tahun aku bekerja dibanyak bidang, aku pernah bekerja dengan penampilan rapi, sepatu, dan dandanan yang jauh dari umurku yang saat itu masih awal 20-an. Rapat-rapat berjam-jam, bahasan njelimet, bersama orang yang rata-rata baik di depan tapi menjatuhkan di belakang kita. Aku juga pernah bekerja di bidang yang paling aku suka bahasannya, yang jam kerjanya 24 jam full, tapi aku dengan senang hati menjalaninya. Pernah juga aku menjalani pekerjaan yang yahhh gajinya lumayan, beban kerja yang rendah bahkan aku bisa meringkas pekerjaan sebulanku hanya dalam beberapa hari dan selebihnya waktu kerjaku aku habiskan dengan nonton y

Bale Kambang

Di pagi yang basah, matahari bersinar dengan berani di balik karang. Pagi ini aku hanya ingin berbincang tentang apa yang aku takutkan, apa yang aku rasakan, dan apa yang membuatku kembali membangun impian. Pagi ini aku tak ingin membincangkan rindu, untuk apa? Karna aku telah melihatnya langsung, ungkapan rindu seseorang kepada pucuk pasaknya. Perjalanan ini tentang kami, dua orang yang ingin kembali menata mimpi, memeluk harapan, dan ingin dikuatkan. Perjalanan ini tentang waktu, waktu yang berhasil diluangkan, waktu yang ingin diulur perlahan dalam bincang, dan waktu yang ingin kami habiskan untuk sedikit rehat, mengeluh, dan berkata lelah. Perjalanan ini tentang kami yang ingin membuktikan bahwa apapun dan siapapun kamu, hidup ini tak semenakutkan apa yang dilaporkan tiap pagi di layar berita. Perjalanan ini adalah pembuktian bahwa gender hanyalah perkataan dan budaya. Ini perjalanan dua orang perempuan yang lelah dinilai oleh banyak orang, dua orang yang hanya ingin din

I'm Twenty Six

Hey, sekarang umurku 26, dua puluh enam, umur yang sudah dianggap tua oleh anak sekolahan tapi umur yang masih dianggap terlalu muda untuk disejajarkan dengan meraka yang telah mengaku orang dewasa. Perjalanku menjadi dewasa sudah kujalani lebih dari dua tahun. Dua tahun lalu aku masih ingat aku adalah manusia penuntut yang sering kali memprotes banyak hal yang bagiku tak sesuai. Aku lebih bahagia ketika berandai-andai “enak ya jadi bocah, bisa bahagia dengan cara sederhana, nggak perlu dilabeli kalau buat salah”, ah, pemikiran itu. Banyak sekali yang kulewati dalam dua tahun ini, beberapa hal aku lewati dengan tersenyum, beberapa lainnya kulewati dengan air mata yang jatuh saat malam. Dua tahun ini aku banyak belajar, bagaimana caranya menyikapi penghianatan, bagaimana mencari kebahagiaan disela banyak kata hujatan, bagaimana menjadi seorang anak dan kakak sekaligus, bagaimana aku tau sahabat sebenarnya, bagaimana menerima tanpa keluhan dan penyesalan. Perjalanan yang kujalan

Surat Untuk Masa Depan

Hay Mi, aku tau suatu saat kamu akan membaca ini lagi. Aku tak tau kau akan seperti apa kelak, aku tak tau semesta akan membawamu berputar di poros yang mana nanti. Menjadi seperti apapun kamu kelak, semoga kau tak pernah melupakan mimpimu yang kamu bangun dengan susah payah hari ini. Iya hari ini aku sedang memperjuangkan masa depanmu. Semoga saat kamu membaca ini kamu sedang tersenyum karna akhirnya mimpimu jadi nyata, tapi saat ternyata mimpimu tak terwujud, tak apa, sungguh tak apa. Bagaimana menjadi dewasa? Apakah menyenangkan? Sudah pergi ke mana saja kamu? Sudahkah kamu menginjakkan kakimu ke Prague? Sudahkah akhirnya kamu menjelajahi Nusa Tenggara Timur? Bagaimana dengan S-2 mu, jadi melanjutkan di jurusan apa? Ah, sepertinya aku terlalu banyak bertanya. Aku tak tau saat ini kamu sedang membaca ini di mana, bisa jadi kamu sedang di eropa, atau mungkin masih di Surabaya. Kalau ternyata kamu masih di Surabaya dan belum ke mana-mana, sungguh tak apa, aku tau kamu past

Menulis Mimpi

"100 MIMPI DAN KEINGINAN" Itulah judul di satu kertas lecek yang saya temukan dua tahun lalu. Kertas yang selama beberapa tahun tidak pernah saya ingat keberadaan dan isinya. Saya membacanya dan tertawa setelahnya. Ternyata saya pernah bermimpi untuk bisa ke Lombok naik pesawat untuk trip. Setelah saya ingat, pada saat itu saya belum pernah menginjakkan kaki di bandara, belum pernah tau rasanya terbang, bahkan belum tau seperti apa Lombok itu. Dan yah, semesta mengabulkan mimpi saya yang sudah terlupakan ini beberapa tahun kemudian. Yah mungkin kebetulan. Mungkin saat itu memang saya kebanyakan uang, tapi hey, mimpi asal-asalan saya tercapai lho. Baiklah, kita bahas yang lain. Masih di kertas sama yang kutemukan sudah kucel itu. Saya pernah menuliskan "jadi ketua satu organisasi", "bisa ngomong di depan orang banyak", dan "pergi ke Jakarta karna urusan kerjaan" bagi saya yang saat itu anak ingusan pergi ke Jakarta karna tugas memang se