Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2015

Tolong Jangan

Jangan bawa aku ke gunung, bukan karena aku tak mencintai pemandangan dataran tinggi. Tapi maaf, aku tak tahan dengan suhu disana Tolong bawa aku ketepian sungai. Aku selalu mencintai memandang alirannya. Karena di riaknya aku menemukan kesamaan cara pandangmu. Jangan bawa aku keatas tebing. Bukan karena aku tak cinta memandang dunia seperti seekor burung. Tapi aku takut ketinggian, aku takut terjatuh. Karena aku tau persis rasanya. Sakit. Bawa aku ke tepian laut. Karena aku mencintai ombaknya, pasirnya, bahkan desingan anginnya. Disana aku selalu puas membayangkanmu. Aku selalu senang mengingat kembali saat kamu memandangku dari jauh, ketika aku sedang tepekur menatap ombak. Jangan suguhi aku kopimu, kopi hitam perpaduan dua sendok bubuk kopi dan satu sendok gula. Kopi kesayanganmu. Mengapa? Karena lambungku sudah tak sanggup lagi mencerna kopi hitam itu, kecuali lewat cangkirmu. Iya, kamu memang penawarku. Tolong antar aku dengan sepeda motorku saja, j

Pelukan Kebebasan

Pukul 22.00. waktu dimana SMSmu hadir. Selalu di waktu ini. Terkadang sebelumnya, saat kamu terlalu cepat pulang dari ritualmu menghirup kopi. Kadang pula setelahnya, saat kamu terlalu sibuk dengan kawan bicaramu. Kita bisa berbicara berjam-jam di waktu malam, sebelum aku akhirnya sempat pensiun sebagai nocturnal. Saat bersamamu, aku selalu berfikir, ternyata jarak Surabaya – Semarang hanya sejengkal di dalam obrolan kita. Tak pernah lebih jauh. Kamu orang yang menyadarkan aku akan banyak hal yang berkaitan dengan hukum. Orang yang selalu berkata padaku, “Sekarang orang baik sudah langka, aku mau kita jadi salah satunya.” Dan kemudian aku selalu mengingat itu saat aku acuh terhadap orang lain. Saat itu kita memang sama-sama mengejar mimpi. Mimpi masing-masing yang memang tinggal selangkah dalam genggaman. Hubungan pertamaku dengan orang yang tak pernah protes dengan segala kesibukanku, karena kamu pun demikian sibuknya. kamu yang sebegitu dewasanya menanggapi aku yang khawa

Terima Kasih Dewi Lestari

Pagi ini entah mengapa saya iseng membaca twitter teh @deelestari . Penulis favorit saya, dan saya menyadari beberapa hal. Buku pertama yang saya baca adalah Perahu Kertas (tahun 2011) saya masih 20 tahun saat itu. sedang berkasus dengan cinta. Cinta kepada orang yang sedekat hubungan kakak adik tapi tak berani memutuskan untuk melanjutkan atau mengakhiri. Buku ini adalah hal yang tak bisa saya ucapkan maknanya. Saat itu saya stug di satu kondisi. Tak bisa bercerita kepada siapapun. Sangat iseng membuka google dan memasukkan kata kunci “kisah kakak adik ketemu gede” dan dengan lucunya semesta ini mempertemukan saya dengan eBook Perahu Kertas. Tanpa banyak pikir saya mendownloadnya. Membacanya di layar laptop, bahkan sampai empat kali sebelum akhirnya membeli buku cetaknya sebagai penghargaan untuk diri sendiri baru pada 2012. Saya aquarius, pecinta laut, pecinta lelaki pendiam nan misterius. Entah guyonan semesta macam apa ini. Tapi yang pasti setelah membaca buku itu saya ber

Semoga itu Kamu

Untuk kamu yang selalu memandangku dari samping. Entahlah aku harus menyebutmu apa. Aku tak pernah tau harus mendefinisimu seperti apa. Aku tak pandai mengaturmu, aku tak pandai mempertahankanmu di obrolan kita pada jarak jauh. Yang aku pandai hanya membuatmu bertahan disampingku saat kita sama-sama berbaring menghadap handphone kita, atau kadang buku berlatar orde baru. Kemudian kamu akan membelai rambutku dengan perlahan. Dan aku akan diam disana, bukan karena apapun, hanya karena aku mau seperti itu, karena saat aku bergerak, kamu akan menghentikan gerakanmu. Aku tak mau. Sejak belasan, aku mendefinisi cinta sebagai seseorang yang akan berada di sisiku, yang selaras dalam pemikiran, yang tak selalu mengemis perhatian dan ia yang berjuang untuk dunianya. Aku bahkan pernah disidang oleh banyak sahabatku karena ini. Mereka bilang kalau orang yang aku inginkan hanya ada di khayalanku saja. Kemudian di Mei kala itu aku tak sengaja membaca kepribadianmu, diperjalanan kita be

#LoveWins

Bolehlah aku sedikit bergembira karena berita yang sedang ramai di minggu ini. Soal presiden Amerika yang melegalkan perkawinan sejenis di 50 negara bagian Amerika. Yah, walaupun aku mungkin bukan salah satu orang yang akan menikah dengan sesama jenis, tapi aku turut bahagia dengan semua tagar #LoveWins. Sayangnya masih banyak yang menentang dan memandang negatif. Dan lagi-lagi kacamatanya selalu AGAMA. Lalu semua dianggap salah dari kaca mata itu. titik. Tanpa koma. Entahbagian mana yang salah. Agamanya atau kita yang salah memandang dan mendefinisi agama. Bagiku secara pribadi, selama kita tidak bisa terbuka memandang agama, selamanya agama adalah hal yang tak bisa disandingkan dengan kehidupan bertoleransi. Kebanyakan sibuk mencela merasa paling benar, sebagian lagi sibuk menemukan alasan yang paling bisa diterima banyak orang untuk tidak membenarkan apa kata mereka yang mencela. Kemudian aku tergelitik dengan salah satu komentar di tab mention seorang artis yang seda

Sepotong Bahagia yang Sederhana

Beberapa hari lalu aku dipaksa oleh sahabatku untuk bersama pergi ke kotanya.  Iya, aku termasuk jutaan manusia sial yang ternyata jatuh cinta pada sahabatnya sendiri. Kami bersahabat dalam satu lingkaran kecil berisi lima orang termasuk aku yang dipersatukan oleh kebutuhan kami menjelajah semesta. Aku benar tak merencanakan kepergianku kali ini, akan tetapi paksaan dari partner perempuanku di geng ini yang akhirnya membuatku beranjak dari kotaku, dengan banyak pertimbangan dan protes pada semesta yang skenarionya selalu tak terduga. Bagaimana tidak, ternyata aku masih belum siap bertemu lagi dengannya. Lelakiku. Tapi maaf, kali ini aku tidak sedang akan menceritakan kisah tentang cinta. Aku akan berkisah tentang hal lain. Di dalam lingkaran kami ini, ada dua orang lain yang memang hobi menganalisis lingkungan dan kehidupan, selain aku. Beberapa kali mereka bahkan rela menyusulku hanya untuk berbicara panjang tentang hidup, tentang sistem negara ini, tentang agama, b