Langsung ke konten utama

Pelukan Kebebasan




Pukul 22.00. waktu dimana SMSmu hadir. Selalu di waktu ini. Terkadang sebelumnya, saat kamu terlalu cepat pulang dari ritualmu menghirup kopi. Kadang pula setelahnya, saat kamu terlalu sibuk dengan kawan bicaramu. Kita bisa berbicara berjam-jam di waktu malam, sebelum aku akhirnya sempat pensiun sebagai nocturnal. Saat bersamamu, aku selalu berfikir, ternyata jarak Surabaya – Semarang hanya sejengkal di dalam obrolan kita. Tak pernah lebih jauh.

Kamu orang yang menyadarkan aku akan banyak hal yang berkaitan dengan hukum. Orang yang selalu berkata padaku, “Sekarang orang baik sudah langka, aku mau kita jadi salah satunya.” Dan kemudian aku selalu mengingat itu saat aku acuh terhadap orang lain. Saat itu kita memang sama-sama mengejar mimpi. Mimpi masing-masing yang memang tinggal selangkah dalam genggaman.

Hubungan pertamaku dengan orang yang tak pernah protes dengan segala kesibukanku, karena kamu pun demikian sibuknya. kamu yang sebegitu dewasanya menanggapi aku yang khawatir tak dapat mengabsenmu tiap hari. Dan dengan tenangnya kamu hanya menanggapi kekhawatiranku dengan “iya, selesaikan dulu semuanya, jangan lupa istirahat” selalu begitu, tanpa sedikitpun amarah. Bagi kita, hubungan bukan soal setiap hari berkorespondensi. Hubungan itu soal rasa percaya, saling mengerti.

Hubungan ini tanpa cela, tapi sayangnya semesta selalu lebih ahli membalik kenyataan. Dihari dimana jarakku tak sampai dua jam ke kotamu, semesta mengingatkan kembali soal rasa cinta yang kualamatkan pada satu nama yang saat itu sedang bersamaku. Menggenggam tanganku untuk menenangkanku agar dapat terlelap. Satu nama yang saat aku dan kamu menjadi kita, ia tak lagi hadir menyapa.

Di tanggal 14 Oktober, di bandara kotaku. Aku memutuskan menghentikan kisah tentang kita. Hari itu  kita mengurai kejujuran, meredam rasa bersalahku yang terus hadir karena menghianati kamu, menghianati hubungan kita yang terlewat sempurna. Nyatanya aku dan kamu  tak lagi mau berjuang atas nama kita. Dihari itu kita membebaskan kejujuran, kamu yang akhirnya jujur, ternyata selama ini hatimu belum memilih aku, begitupun aku.

Hubungan ini sempurna, kamu lawan bicara yang amat sempurna, kamu yang sempurna menerimaku dengan segala mimpiku, begitupun aku yang sempurna menerimamu dengan apa yang selalu kau bela di muka umum. Tapi ternyata hati kita tak sesempurna itu. Mungkin kita hanya dua orang yang terlalu sibuk menggapai mimpi, yang kemudian ditakdirkan untuk saling mengerti, saling membutuhkan, saling sayang, tapi tak pernah saling cinta.

Peluk kita hari itu, adalah pelukan terakhir kita sebagai kekasih, tapi pelukan itu pun pelukan pertama kita sebagai sahabat. Mungkin kalau bukan denganmu, aku tak tau rasanya pelukan tanda merelakan, tidak untuk kata maaf, tidak pula untuk menenangkan. Aku dan kamu hanya saling membebaskan kejujuran.


Dan dihari ini, hari dimana aku akhirnya menjadikanmu topic tulisanku. Kamu masih yang selalu datang menenangkan lewat deringan telfon semenit dua menit. Saling menguatkan impian kita masing-masing. Saling mengingatkan untuk selalu menjadi orang baik. Tak ada yang harus disesalkan, apalagi dimintakan maaf. 




"Terima kasih Mas, untuk lima bulan yang serasa selamanya, untuk rasanya dipercaya, untuk semua obrolan malam kita, dan untuk peluk itu. kamu masih satu yang selalu berkesan. Terima kasih"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Dan Pengalaman Sakaw Aroma Karsa (Full Spoiler)

“Kalau wewangian bisa berbicara, suaraku pasti sudah habis menyapa mereka satu demi satu”  Jati Wesi (Surat-Surat Dari Grasse. Aroma Karsa – part 8) “Dari semua yang pernah kukenal, kamu orang pertama yang bisa membaui dunia seperti yang kubaui, yang bisa mencium apa yang kucium. Orang pertama yang mengerti.” – Jati Wesi (Separuh Misteri. Aroma Karsa – part 7) “Asmara tidak bisa dipahami, Cuma bisa dirasakan akibatnya” – Empu Smarakandi Beberapa bulan ini aku sedang keranjingan satu karya yang berhasil membolak balik pikiranku, yang membuat hatiku berjangkar di sana tanpa mau berpindah sejak awal kalimatnya sampai. Aroma Karsa, satu lagi karya terbaru Dee Lestari yang baru 16 Maret 2018 lalu resmi terbit di toko buku. Aroma Karsa sendiri diterbitkan dalam dua versi, buku dan digital. Secara digital, buku ini diterbitkan dalam format cerbung yang dibagi dalam 18 part setiap hari senin dan kamis mulai Januari lalu oleh Bookslife. Seperti yang terlihat pada p

#SebulanCurcol #Day12: Aku #SobatDrakor

Hari ini masuk ke tema yang lumayan receh dan ringan nih di #SebulanCurcol setelah kemarin mengharu biru ngomongin pesan buat anak kita kelak. Kalau ngomongin hobi, di CV aku cuma masukin empat padahal sebenarnya ada lima hobi yang aku selalu lakukan. 1. Dengerin musik 2. ‎Baca buku fiksi 3. ‎Nonton 4. ‎Jelajah pantai Dan yang terakhir, yang terlalu random untuk ditulis di CV adalah 5. ‎Nyampul buku Kalau dengerin musik kayanya bukan hobi lagi ya, tapi sudah masuk kebutuhan bagi aku. Disaat apapun, kondisi apapun musik adalah hal esensial buat aku. Musik itu elemen penting untuk menambah konsentrasi bagiku. Belajar, nyetir, bahkan dulu saat rapat-rapat penting dan krusial aku selalu butuh musik supaya tetap waras dan bisa konsentrasi jauh lebih lama. Oke, lain kali mungkin aku akan cerita soal musik di hidupku. Kalau poin kedua dan keempat sepertinya sudah sering masuk dicerita-cerita lainku di blog ini. Soal hobi menyampul buku pun sepertinya pernah aku baha

Senandika

Yang aku tau, Semesta selalu berbaik hati. Ada banyak hal yang tandang dalam pikir. Sebagian pergi, sebagian mampir sejenak, dan sebagian lagi menetap. Mengakar dan dalam. Pernah ada yang datang mengancapkan akar, cukup kuat nan mengubah perjalanan. Dunia berubah, kenyataan berubah, dan ia pun sama berubahnya. Kemudian kemarin, rasanya baru kemarin satu lagi mampir. Terlampau indah untuk dilewatkan, tapi pun terlalu mengawang membawanya datang di pangkuan. Kemudian pertanyaan datang, apa saatnya rehat? Apa memang saatnya mengembalikannya lagi mengawang? Jalannya redup nan pincang. Hanya saja harapan masih menyala redup menantang. Apakah ini saatnya? Atau apakah boleh merayu sekali lagi? Apakah boleh mengetuk kembali ke pintu yang sama, harapan yang sama? Tapi yang aku tau, Semesta selalu berbaik hati.