Langsung ke konten utama

#SebulanCurcol #Day13: Drama Pesawat dan Bandara

Becandaan Semesta?
Wah, kalo ngomongin ini banyak banget becandaannya, kadang lucu bener, kadang kelewatan, kadang ngeselin, kadang jg bangke bener becandaannya. Tapi aku nggak mau cerita yang sedih-sedih ah. Aku mau cerita soal becandaan Semesta yang beneran lucu, tapi sangat disyukuri.

Ini tentang aku, pesawat, dan bandara. Sejujurnya aku bukan orang yang selalu on time. On time bagi aku ya 5 menit sebelum jamnya. Seringnya sih kelewat 5 sampai 15 menit lah ya. Nggak pernah sampe berjam-jam kok. Karna aku menghargai mereka yang berjanji bertemu. Ceilahhhh. Jadi dimaafkan dong ya.

Nah. Dengan jam terbang (arti sebenarnya) yang tinggi dulu, bandara sudah jadi tempat yang sangat sering aku kunjungi. Kadang sebulan bisa PP tiga kali Surabaya-Jakarta bahkan. Alhamdulillah sih dibayarin kantor.

Dengan tingkat ke-on time-an ku yang seperti itu, kerempongan kantor yang kadang take off jam 2 siang tapi jam 12 masih harus ngurusin ina-inu, serta kesantaianku yang kadang auk amat dari mana itu. Sering banget aku mendadak artis di bandara. Iyaaa, lari-lari bawa koper maksudnya. Karna mepet jam cek-in, apa lagi? Belum lagi tentang daya ingatku yang cuma lebih tinggi sedikit lah dibanding Dori (Finding Nemo), akhirnya drama bandara adalah hal yang sering aku alami.

Sering banget aku beruntung. Tapi sering juga, beruntung banget, banget, banget! Yang aku maksud beruntung ini adalah saat aku berhasil berdiri di depan mbak-mbak maskapai 5 menit sebelum jam cek-in selesai ya. Nah yang mau aku ceritakan adalah momen aku beruntung banget, banget, banget itu.

Pertama.
Aku pernah terbang tanpa identitas.
Waktu itu aku sedang ada pertemuan membahas advokasi kalau nggak salah di Jakarta. Kebetulan bulan itu Jakarta sedang banyak-banyaknya acara. Jadilah tiap malam, selesai acara aku bersama teman-teman selalu jalan di sekitaran hotel untuk ikut meramaikan bazar dan nonton parade. Karna memang niatnya pertemuan bukan ngeceng, dari Surabaya aku cuma membawa tas ransel isi laptop plus koper. Tanpa bawa tas kecil untuk jalan. Jadilah aku jalan cuma bawa dompet. Karna suasana yang ramai dan tau sendiri dong Jakarta tingkat kejahatannya tinggi, kami waspada, akhirnya salah satu teman menyarankan buat menitipkan semua dompet ke tas salah satu dari kami, namanya Nabila. Karna dompetku ukurannya lumayan gede, akhirnya aku hanya menitipkan surat-surat penting ke Nabila, ATM, SIM, KTP, dan yang lainnya. Dompetnya tetap aku pegang. Paling nggak, kalo sialnya beneran kecopetan kan cuma dompet ama uang seadanya doang yang ilang.

Besoknya, aku pulang ke Surabaya. Berdua dengan salah satu teman yang sama-sama diundang di acara yang itu. Satu pesawat. Pulang lah dengan santai, bahkan dengan nggak tau dirinya aku tidur dong dari hotel sampai bandara karna ngerasa ada temen yang jagain. Iyaa, aku baru bangun saat harus turun dari taxi. Dengan menggeret koper dan nyawa yang masih setengah terkumpul, temanku memberitahu
"Mi, dari tadi HPmu getar tu. Periksa dulu lah".
Saat aku periksa sudah ada 36 missed call dari Nabila, banyak chat di grup dan whatsapp, dan nggak lama Nabila menelfon. Saat diangkat, dia langsung teriak
"KAKAK, IDENTITAS SAMA ATM KAKAK MASIH DI NABILA!"
"Hah, apa Bil?" Masih dengan setengah sadar tentunya.
Nabila pun mengulangi teriakan yang sama. Barulah aku sadar.
Tapi aku yang santainya kelewatan ini masih bisa menjawab dengan kepala dingin "gapapa Bil, kayanya kartu Garuda ada di kakak" sambil ngecek dompet dong ya. Dan ternyata kartunya pun nggak ada! Yang tersisa di dompet cuma kartu BPJS yang tak berfoto itu. Waktu ku tanya, Nabila jaraknya 2 jam dari bandara. Udah nggak keburu.

JENG JENG JENG! PANIK DONG!

Nah, ini lah gunanya kawan satu pesawat yang sama-sama punya ilmu advokasi diperlukan. Kita berdua akhirnya melobi petugas Garuda dengan alasan dompetku baruaja hilang, bla bla bla. Dengan proses yang lumayan lama serta harus tanda tangan beberapa kali di surat pernyataan akhirnya BERHASIL. HAHAHAHA.

AKU BERHASIL NAIK PESAWAT TANPA IDENTITAS APA PUN!

Karna keribetan dan HP yang tidak berhenti bergetar, akhirnya aku matikan saja lah. Sampai Surabaya barulah aku yalakan HP lagi dan membaca semua chat kepanikan teman-temanku, dengan senyum, sambil membalas. "Hay, aku udah di Surabaya ya *emoticon kecup*"

Kedua.
Kejadian ini terjadi waktu aku mau liburan ke Lombok. Sendirian. Aku ingat, pesawatku dijadwalkan take off jam 14.25. Seperti biasa karna keremponganku dan kemacetan Surabaya yang mulai nggak masuk akal, ditambah sempat hujan deras disertai badai, aku baru sampai di depan meja cek-in jam 14.20. Dengan semangat pantang menyerah, aku tetap mencoba cek-in. Dimarahin dong ama petugasnya "mbak, pesawatnya mbak tu take off jam 14.25, mbak datang jam 14.20. Maaf, mbak sudah tidak bisa cek-in"
"Trus gimana mas?" Masih mencoba sekali lagi dengan muka memelas.
"Mbak ke informasi aja mbak, coba tanya" begitu solusinya.

Singkat cerita, aku akhirnya ke bagian informasi Citilink melobi lagi dan hasilnya nggak bisa. Tiketku hangus begitu saja. Dan penerbangan selanjutnya baru ada besok pagi. Lemes dong ya. Ni tiket beli sendiri ni pake ngerayu ATM biar nggak ngamuk. Balik badan dong aku, pas baru aja balik badan terdengar pengumuman "pemberitahuan kepada seluruh penumpang pesawat Citilink dengan nomor penerbangan ****** tujuan Surabaya-Lombok Praya mengalami delay hingga pukul 17.00“
Aku langsung teriak ke mbak petugas "mbak itu pesawat saya mbakkkkkk"
"Kalau begitu mbak ke CS aja ya, untuk informasi lebih jelas"

Lari lah ya aku ke CS, menjelaskan satu-satu dengan jelas. Untung petugasnya baik banget dan mau nanggepin aku yang udah heboh jelasin. Setelahnya, petugas ke luar ruangan sebentar, balik-balik bawa tiket pesawatku dong! Yatuhan, mau nangis haru, tapi malu. Bayar pake duit nabung itu, masa iya mau ilang gitu aja?

Jadi, karna badai yang baru terjadi di Surabaya, pesawat yang harusnya landing harus balik arah ke Bali demi alasan keselamatan. Begitulah nasibku terselamatkan.

Yah walaupun tetap drama sih. Orangnya nyampe di Lombok, cariernya masih di Surabaya karna masalah bagasi yang sudah ditutup, jadi carierku diberangkatkan dengan pesawat selanjutnya. Besoknya. Eh nggak deh, lusanya. Karna penerbangan hari berikutnya dicancel. Yanasib. Nggak papa lah ya, daripada harus bayar lagi kan?

Lagi-lagi aku berhasil sampai ke tempat tujuan dengan drama dan guyonan yang kalo saat ini diingat masih bikin takjub sendiri.

Sebenarnya masih ada beberapa cerita soal bandara dan pesawat yang lain, yah masih dengan guyonan Semesta yang beneran lucu. Tapi kita sambung lain kali lah ya. Tanganku dah mulai pegel ngetik nih.

Aku sungguh bersyukur. Seandainya diuangkan udah berapa juta tuh uang melayang karna drama-drama pesawat. Hahaha

Pesanku, jangan sampai berangkat mepet ya teman-teman. Kan nggak selamanya Semesta berbaik hati. Jangan lupa cek barang yang diperlukan berulang kali juga. Supaya nggak banyak drama seperti aku.

BYE . . .




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Dan Pengalaman Sakaw Aroma Karsa (Full Spoiler)

“Kalau wewangian bisa berbicara, suaraku pasti sudah habis menyapa mereka satu demi satu”  Jati Wesi (Surat-Surat Dari Grasse. Aroma Karsa – part 8) “Dari semua yang pernah kukenal, kamu orang pertama yang bisa membaui dunia seperti yang kubaui, yang bisa mencium apa yang kucium. Orang pertama yang mengerti.” – Jati Wesi (Separuh Misteri. Aroma Karsa – part 7) “Asmara tidak bisa dipahami, Cuma bisa dirasakan akibatnya” – Empu Smarakandi Beberapa bulan ini aku sedang keranjingan satu karya yang berhasil membolak balik pikiranku, yang membuat hatiku berjangkar di sana tanpa mau berpindah sejak awal kalimatnya sampai. Aroma Karsa, satu lagi karya terbaru Dee Lestari yang baru 16 Maret 2018 lalu resmi terbit di toko buku. Aroma Karsa sendiri diterbitkan dalam dua versi, buku dan digital. Secara digital, buku ini diterbitkan dalam format cerbung yang dibagi dalam 18 part setiap hari senin dan kamis mulai Januari lalu oleh Bookslife. Seperti yang terlihat pada p

#SebulanCurcol #Day12: Aku #SobatDrakor

Hari ini masuk ke tema yang lumayan receh dan ringan nih di #SebulanCurcol setelah kemarin mengharu biru ngomongin pesan buat anak kita kelak. Kalau ngomongin hobi, di CV aku cuma masukin empat padahal sebenarnya ada lima hobi yang aku selalu lakukan. 1. Dengerin musik 2. ‎Baca buku fiksi 3. ‎Nonton 4. ‎Jelajah pantai Dan yang terakhir, yang terlalu random untuk ditulis di CV adalah 5. ‎Nyampul buku Kalau dengerin musik kayanya bukan hobi lagi ya, tapi sudah masuk kebutuhan bagi aku. Disaat apapun, kondisi apapun musik adalah hal esensial buat aku. Musik itu elemen penting untuk menambah konsentrasi bagiku. Belajar, nyetir, bahkan dulu saat rapat-rapat penting dan krusial aku selalu butuh musik supaya tetap waras dan bisa konsentrasi jauh lebih lama. Oke, lain kali mungkin aku akan cerita soal musik di hidupku. Kalau poin kedua dan keempat sepertinya sudah sering masuk dicerita-cerita lainku di blog ini. Soal hobi menyampul buku pun sepertinya pernah aku baha

Senandika

Yang aku tau, Semesta selalu berbaik hati. Ada banyak hal yang tandang dalam pikir. Sebagian pergi, sebagian mampir sejenak, dan sebagian lagi menetap. Mengakar dan dalam. Pernah ada yang datang mengancapkan akar, cukup kuat nan mengubah perjalanan. Dunia berubah, kenyataan berubah, dan ia pun sama berubahnya. Kemudian kemarin, rasanya baru kemarin satu lagi mampir. Terlampau indah untuk dilewatkan, tapi pun terlalu mengawang membawanya datang di pangkuan. Kemudian pertanyaan datang, apa saatnya rehat? Apa memang saatnya mengembalikannya lagi mengawang? Jalannya redup nan pincang. Hanya saja harapan masih menyala redup menantang. Apakah ini saatnya? Atau apakah boleh merayu sekali lagi? Apakah boleh mengetuk kembali ke pintu yang sama, harapan yang sama? Tapi yang aku tau, Semesta selalu berbaik hati.