Langsung ke konten utama

#SebulanCurcol #Day3: 7 April

Tema hari ini adalah patah hati terbaik. Agak aneh sebenarnya. Sejak kapan patah hati pernah baik? Tapi mari memaknai patah hati dengan sesuatu yang berbeda :)

Aku pikir tema galau akan mudah untuk kutaklukkan, karna hampir semua post di blog ini isinya kegalauan. Tapi ternyata salah besar. Aku kehabisan ide. Kisah galau mana lagi yang harus aku ceritakan? Sedangkan semua cerita patah hatiku sudah ada di blog ini. Ditambah lagi hari ini kulalui dengan sangat menyenangkan, jauh dari melow dan galau.

Sampai pukul tujuh malam tadi, seusai keluar dari bioskop untuk sekali lagi menikmati film #Dilan1990 bersama seorang kakak, dia membahas kisah cintanya dimasa ia masih berseragam putih biru. Kisah cinta yang sederhana tapi indah dikenang. Dan iya, aku punya satu yang semanis itu.

Namanya Addin. Lelaki tinggi, kurus, berahang tegas dan jago bahasa arab. Sahabat lelaki pertamaku yang kemudian juga jadi cinta pertamaku. Kelas 1 dan 2, kami berada di kelas yang sama. Aku terkenal cerewet sedangkan dia pendiam yang hanya bicara seperlunya. Dia pendengar ceritaku yang baik sedangkan aku adalah tempat berceritanya. Cerita yang tak ia ceritakan kepada orang lain.

Aku pintar pelajaran IPA & matematika sedangkan Addin jago pelajaran IPS & bahasa. Dia lemah di pelajaran yang aku kuasai, begitupun sebaliknya aku tak pandai di bidang yang sangat ia kuasai. Beruntungnya kami, saat ujian sekolah, guru selalu mengurutkan tempat duduk sesuai dengan abjad nama. Namanya diawali huruf J, sedangkan aku I. Jadi tempat duduk kami selalu terpisah satu atau dua bangku saja. Disanalah awal kami bisa dekat dan bersahabat. Kami selalu mengoper jawaban kami saat ujian. Dia akan sangat cepat menyalin jawaban matematikaku di 30 menit terakhir sedangkan aku selalu sigap menyontek jawaban bahasa Arabnya sejam sebelum bel berbunyi. Iya, dia memang sepintar itu dalam bahasa Arab. Aku tak tau bagaimana nasib nilai-nilai bahasa Arabku kalau tidak ada Addin yang selalu rela mengajariku dan tentunya mengoper jawabannya.

Sayangnya dipertengahan kelas 1 dia mendadak berpacaran dengan salah satu kawan sekelas kami, namanya Sasha, yang juga salah satu teman dekatku saat itu. Jadilah aku sahabat yang diam-diam memendam rasa ke sahabatnya sendiri yang sudah memiliki pacar. Walaupun Addin lebih sering menelfonku dibanding Sasha tapi tetap saja aku hanya sahabat.

Saat SMA kami berpisah. Dia memutuskan meneruskan ke pondok pesantren sedang aku tetap di Surabaya melanjutkan SMA. Aku ingat, terakhir kali aku bertemu Addin adalah bulan puasa saat aku kelas 1 SMA. Dia berjanji saat pulang akan menemuiku, dan dia menepatinya.

Kami juga punya ritual yang hampir tak pernah terlewatkan. Yaitu mengucapkan selamat ulang tahun kepada satu sama lain. 7 April 1992. Tanggal lahirnya. Aku bahkan masih mengingatnya sampai saat ini.

Setelah pertemuan terkhir kami, selama beberapa tahun aku dan Addin sempat hilang kontak. Kami tak pernah tau kabar satu sama lain. Sampai suatu hari namanya muncul pada list friend request facebookku, dan kami mulai mengenang lagi momen bersama kami saat umur belasan di kolom chat.

Aku pikir ritual ucapan selamat ulang tahun kami sudah berakhir. Tapi ditahun itu, dua hari sebelum hari ulang tahunku dia mengirim pesan di wallku berisi "ciee, mau ultah. Selamat ulang tahun ya Mi. Panjang umur. Sehat terus". Saat itu fitur pengingat ulang tahun di facebook hanya muncul saat hari ulang tahun, bukan jauh-jauh hari seperti saat terakhir aku membuka facebook. Dan artinya dia jelas masih mengingat hari ulang tahunku.

Ternyata dia mengingat 10 Februari sama seperti aku yang selalu mengingat 7 April sebagai hari istimewa.

Sayangnya saat itu aku tau dia juga sedang berpacaran dengan seseorang.

Mungkin kami memang hanya ditakdirkan memiliki kisah manis yang akan aku kenang dengan tawa dan senyum tersipu. Hari itu, disaat kami sudah mulai dewasa, aku tau hari itulah hari patah hatiku. Hari dimana aku memandangi laptopku yang sedang menunjukkan profil facebook perempuannya.

Tapi sungguh aku bersyukur Addin pernah mengisi salah satu kotak dalam hatiku selama bertahun-tahun dengan banyak memori indah dan tentu saja banyak ucapan selamat ulang tahun yang manis.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Dan Pengalaman Sakaw Aroma Karsa (Full Spoiler)

“Kalau wewangian bisa berbicara, suaraku pasti sudah habis menyapa mereka satu demi satu”  Jati Wesi (Surat-Surat Dari Grasse. Aroma Karsa – part 8) “Dari semua yang pernah kukenal, kamu orang pertama yang bisa membaui dunia seperti yang kubaui, yang bisa mencium apa yang kucium. Orang pertama yang mengerti.” – Jati Wesi (Separuh Misteri. Aroma Karsa – part 7) “Asmara tidak bisa dipahami, Cuma bisa dirasakan akibatnya” – Empu Smarakandi Beberapa bulan ini aku sedang keranjingan satu karya yang berhasil membolak balik pikiranku, yang membuat hatiku berjangkar di sana tanpa mau berpindah sejak awal kalimatnya sampai. Aroma Karsa, satu lagi karya terbaru Dee Lestari yang baru 16 Maret 2018 lalu resmi terbit di toko buku. Aroma Karsa sendiri diterbitkan dalam dua versi, buku dan digital. Secara digital, buku ini diterbitkan dalam format cerbung yang dibagi dalam 18 part setiap hari senin dan kamis mulai Januari lalu oleh Bookslife. Seperti yang terlihat pada p

#SebulanCurcol #Day12: Aku #SobatDrakor

Hari ini masuk ke tema yang lumayan receh dan ringan nih di #SebulanCurcol setelah kemarin mengharu biru ngomongin pesan buat anak kita kelak. Kalau ngomongin hobi, di CV aku cuma masukin empat padahal sebenarnya ada lima hobi yang aku selalu lakukan. 1. Dengerin musik 2. ‎Baca buku fiksi 3. ‎Nonton 4. ‎Jelajah pantai Dan yang terakhir, yang terlalu random untuk ditulis di CV adalah 5. ‎Nyampul buku Kalau dengerin musik kayanya bukan hobi lagi ya, tapi sudah masuk kebutuhan bagi aku. Disaat apapun, kondisi apapun musik adalah hal esensial buat aku. Musik itu elemen penting untuk menambah konsentrasi bagiku. Belajar, nyetir, bahkan dulu saat rapat-rapat penting dan krusial aku selalu butuh musik supaya tetap waras dan bisa konsentrasi jauh lebih lama. Oke, lain kali mungkin aku akan cerita soal musik di hidupku. Kalau poin kedua dan keempat sepertinya sudah sering masuk dicerita-cerita lainku di blog ini. Soal hobi menyampul buku pun sepertinya pernah aku baha

Senandika

Yang aku tau, Semesta selalu berbaik hati. Ada banyak hal yang tandang dalam pikir. Sebagian pergi, sebagian mampir sejenak, dan sebagian lagi menetap. Mengakar dan dalam. Pernah ada yang datang mengancapkan akar, cukup kuat nan mengubah perjalanan. Dunia berubah, kenyataan berubah, dan ia pun sama berubahnya. Kemudian kemarin, rasanya baru kemarin satu lagi mampir. Terlampau indah untuk dilewatkan, tapi pun terlalu mengawang membawanya datang di pangkuan. Kemudian pertanyaan datang, apa saatnya rehat? Apa memang saatnya mengembalikannya lagi mengawang? Jalannya redup nan pincang. Hanya saja harapan masih menyala redup menantang. Apakah ini saatnya? Atau apakah boleh merayu sekali lagi? Apakah boleh mengetuk kembali ke pintu yang sama, harapan yang sama? Tapi yang aku tau, Semesta selalu berbaik hati.