Langsung ke konten utama

#SebulanCurcol #Day10: Jerapah Nonton Konser

Kalau seandainya kamu jadi hewan, mau jadi hewan apa?
Temanya agak random ya. Tapi maklumin aja, kan temanya emang random semua, yang ini aja berarti kadarnya agak tinggi 😂😂

Jujur aja aku pribadi nggak pernah tuh kepikiran pengen jadi hewan atau ngayal babu mau jadi hewan apa gitu. Tapi waktu tema ini tercetus, yang kepikiran pertama adalah


JERAPAH


Kelintas aja gitu di otak. Selain warnanya yang menurutku lucu dan perpaduannya sering aku pakai dalam desain (kuning & coklat) dan karakternya yang selalu digambarkan dengan lucu di setiap kartun, jerapah yang tinggi itu juga menimbulkan pikiran babu-ku ini menggeliat. "Enak kali ya jadi jerapah, kalo nonton konser gausah jinjit-jinjit"

Ya begitulah nasib anak bogel, hampir tiap nonton konser, yang sering aku tonton adalah punggung orang-orang di depanku. Belum lagi zaman sekarang kayaknya kebutuhan update makin tinggi kadarnya, jadi orang-orang yang biasanya di depanku itu, udah jangkung, angkat tangan pula buat ngevideoin. Kelar sudah!

Tersisih lah saya ini yang udah bogel, maunya cuma nonton dan nyanyi-nyanyi aja waktu konser tanpa ngerekam. Itulah kenapa saat nonton konser, aku selalu semangat berangkat duluan. Ya agar supaya posisi berdiri saat konser nggak terlalu jauh dari panggung, supaya masih terlihat jelas penyanyinya di panggung. Atau kalau memang telat datang aku selalu mencari posisi dekat dengan layar yang biasanya menampilkan penyanyinya saat manggung. Lumayan lah masih bisa nonton penyanyinya interaksi sama penonton. Ya kan ngapain ngekonser kalo nggak bisa liat penyanyinya langsung. Mendingan di kamar aja dengerin spotify.

Kalau dipikir-pikir seru ya kalo beneran aku bisa berubah jadi jerapah trus nonton konser. Nggak ada lagi tuh kehalang tangan-tangan yang ngacungin handphone apalagi punggung. Tapi kalo dibayangin ada jerapah mau nonton konser trus nyanyi-nyanyi sambil joget di tengah konser. Duhh kok konyol kali yaaa. 😂😂😂

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Dan Pengalaman Sakaw Aroma Karsa (Full Spoiler)

“Kalau wewangian bisa berbicara, suaraku pasti sudah habis menyapa mereka satu demi satu”  Jati Wesi (Surat-Surat Dari Grasse. Aroma Karsa – part 8) “Dari semua yang pernah kukenal, kamu orang pertama yang bisa membaui dunia seperti yang kubaui, yang bisa mencium apa yang kucium. Orang pertama yang mengerti.” – Jati Wesi (Separuh Misteri. Aroma Karsa – part 7) “Asmara tidak bisa dipahami, Cuma bisa dirasakan akibatnya” – Empu Smarakandi Beberapa bulan ini aku sedang keranjingan satu karya yang berhasil membolak balik pikiranku, yang membuat hatiku berjangkar di sana tanpa mau berpindah sejak awal kalimatnya sampai. Aroma Karsa, satu lagi karya terbaru Dee Lestari yang baru 16 Maret 2018 lalu resmi terbit di toko buku. Aroma Karsa sendiri diterbitkan dalam dua versi, buku dan digital. Secara digital, buku ini diterbitkan dalam format cerbung yang dibagi dalam 18 part setiap hari senin dan kamis mulai Januari lalu oleh Bookslife. Seperti yang terlihat pada p

#SebulanCurcol #Day12: Aku #SobatDrakor

Hari ini masuk ke tema yang lumayan receh dan ringan nih di #SebulanCurcol setelah kemarin mengharu biru ngomongin pesan buat anak kita kelak. Kalau ngomongin hobi, di CV aku cuma masukin empat padahal sebenarnya ada lima hobi yang aku selalu lakukan. 1. Dengerin musik 2. ‎Baca buku fiksi 3. ‎Nonton 4. ‎Jelajah pantai Dan yang terakhir, yang terlalu random untuk ditulis di CV adalah 5. ‎Nyampul buku Kalau dengerin musik kayanya bukan hobi lagi ya, tapi sudah masuk kebutuhan bagi aku. Disaat apapun, kondisi apapun musik adalah hal esensial buat aku. Musik itu elemen penting untuk menambah konsentrasi bagiku. Belajar, nyetir, bahkan dulu saat rapat-rapat penting dan krusial aku selalu butuh musik supaya tetap waras dan bisa konsentrasi jauh lebih lama. Oke, lain kali mungkin aku akan cerita soal musik di hidupku. Kalau poin kedua dan keempat sepertinya sudah sering masuk dicerita-cerita lainku di blog ini. Soal hobi menyampul buku pun sepertinya pernah aku baha

Senandika

Yang aku tau, Semesta selalu berbaik hati. Ada banyak hal yang tandang dalam pikir. Sebagian pergi, sebagian mampir sejenak, dan sebagian lagi menetap. Mengakar dan dalam. Pernah ada yang datang mengancapkan akar, cukup kuat nan mengubah perjalanan. Dunia berubah, kenyataan berubah, dan ia pun sama berubahnya. Kemudian kemarin, rasanya baru kemarin satu lagi mampir. Terlampau indah untuk dilewatkan, tapi pun terlalu mengawang membawanya datang di pangkuan. Kemudian pertanyaan datang, apa saatnya rehat? Apa memang saatnya mengembalikannya lagi mengawang? Jalannya redup nan pincang. Hanya saja harapan masih menyala redup menantang. Apakah ini saatnya? Atau apakah boleh merayu sekali lagi? Apakah boleh mengetuk kembali ke pintu yang sama, harapan yang sama? Tapi yang aku tau, Semesta selalu berbaik hati.