Langsung ke konten utama

Tentang Kalian, Sahabat Perjalanan




Bisa dibilang aku adalah pecandu perjalanan alam, walaupun bisa dibilang aku hanya orang baru. Ternyata aku sudah merelakan diriku jatuh mencintai birunya laut, mencintai damainya pantai, mencintai indahnya bukit hijau. 

Senja Di Pantai Pulau Impian
Pantai Pribadi
Bukit di Perjalanan Menuju Pantai Pribadi
Sudah berkali kali aku akhirnya angkat ransel, jalan ke pelosok kabupaten bahkan hutan untuk memuaskan rasa rindu. kadang memang aku harus berangkat sendiri, tapi lebih sering aku berangkat bersama beberapa sahabat, sahabat yang memang akhirnya terbentuk karena kebutuhan kami akan pertemuan dengan alam indah. Pemberangkatan pertama kami yang tak sengaja, bahkan beberapa dari kami baru berkenalan di dalam mobil menuju perjalanan. Berakhir dengan persahabatan tak terpisahkan dengan banyak perbedaan tapi selalu dekat dalam doa.

Dari perjalanan itulah akhirnya aku jadi pecandu kebersamaan yang akut, karena kadang bukan hanya alam yang menjadi alasan utama kami berangkat, ternyata kebersamaan bersama mereka malah lebih sering menjadi alasan keberangkatan. Berjam-jam di mobil dalam perjalanan, berdingin-dingin di dalam kereta ekonomi, mencoba kuliner anyar, gantian mandi di Pom Bensin yang biasa kami sebut "Salam Pertamina", dan saling melempar celaan di sepanjang perjalanan. Bagi kami, kadang tujuan travelling adalah memasak di depan tenda, makan bersama dan menghabiskan malam di depan tumpukan kartu. Tanpa ada jaringan telfon genggam yang mengganggu. Menghilang sejenak dari kenyatan kami masing-masing. Tak banyak waktu yang kami habiskan bersama, tapi ternyata kualitas pertemuan kami lebih bernilai dibanding berhari-hari di tengah kota. 

Tumpukan Kartu Penghapus Realita
Goal of Travelling
Bersama mereka aku akhirnya tersadar, yang menjadi hal termahal di satu perjalanan bukan pantai indah yang ada di depan mata, tapi MEREKA. karna bagiku yang sudah berkali-kali berkelana sendiri, rasanya pantai indah tak begitu indah saat aku melihat sekitar, dan tak menemukan kalian, sahabat perjalanan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Dan Pengalaman Sakaw Aroma Karsa (Full Spoiler)

“Kalau wewangian bisa berbicara, suaraku pasti sudah habis menyapa mereka satu demi satu”  Jati Wesi (Surat-Surat Dari Grasse. Aroma Karsa – part 8) “Dari semua yang pernah kukenal, kamu orang pertama yang bisa membaui dunia seperti yang kubaui, yang bisa mencium apa yang kucium. Orang pertama yang mengerti.” – Jati Wesi (Separuh Misteri. Aroma Karsa – part 7) “Asmara tidak bisa dipahami, Cuma bisa dirasakan akibatnya” – Empu Smarakandi Beberapa bulan ini aku sedang keranjingan satu karya yang berhasil membolak balik pikiranku, yang membuat hatiku berjangkar di sana tanpa mau berpindah sejak awal kalimatnya sampai. Aroma Karsa, satu lagi karya terbaru Dee Lestari yang baru 16 Maret 2018 lalu resmi terbit di toko buku. Aroma Karsa sendiri diterbitkan dalam dua versi, buku dan digital. Secara digital, buku ini diterbitkan dalam format cerbung yang dibagi dalam 18 part setiap hari senin dan kamis mulai Januari lalu oleh Bookslife. Seperti yang terlihat pada p

#SebulanCurcol #Day12: Aku #SobatDrakor

Hari ini masuk ke tema yang lumayan receh dan ringan nih di #SebulanCurcol setelah kemarin mengharu biru ngomongin pesan buat anak kita kelak. Kalau ngomongin hobi, di CV aku cuma masukin empat padahal sebenarnya ada lima hobi yang aku selalu lakukan. 1. Dengerin musik 2. ‎Baca buku fiksi 3. ‎Nonton 4. ‎Jelajah pantai Dan yang terakhir, yang terlalu random untuk ditulis di CV adalah 5. ‎Nyampul buku Kalau dengerin musik kayanya bukan hobi lagi ya, tapi sudah masuk kebutuhan bagi aku. Disaat apapun, kondisi apapun musik adalah hal esensial buat aku. Musik itu elemen penting untuk menambah konsentrasi bagiku. Belajar, nyetir, bahkan dulu saat rapat-rapat penting dan krusial aku selalu butuh musik supaya tetap waras dan bisa konsentrasi jauh lebih lama. Oke, lain kali mungkin aku akan cerita soal musik di hidupku. Kalau poin kedua dan keempat sepertinya sudah sering masuk dicerita-cerita lainku di blog ini. Soal hobi menyampul buku pun sepertinya pernah aku baha

Senandika

Yang aku tau, Semesta selalu berbaik hati. Ada banyak hal yang tandang dalam pikir. Sebagian pergi, sebagian mampir sejenak, dan sebagian lagi menetap. Mengakar dan dalam. Pernah ada yang datang mengancapkan akar, cukup kuat nan mengubah perjalanan. Dunia berubah, kenyataan berubah, dan ia pun sama berubahnya. Kemudian kemarin, rasanya baru kemarin satu lagi mampir. Terlampau indah untuk dilewatkan, tapi pun terlalu mengawang membawanya datang di pangkuan. Kemudian pertanyaan datang, apa saatnya rehat? Apa memang saatnya mengembalikannya lagi mengawang? Jalannya redup nan pincang. Hanya saja harapan masih menyala redup menantang. Apakah ini saatnya? Atau apakah boleh merayu sekali lagi? Apakah boleh mengetuk kembali ke pintu yang sama, harapan yang sama? Tapi yang aku tau, Semesta selalu berbaik hati.