Langsung ke konten utama

Memori Nasi Serundeng Dan Telur Bacem

Pernahkah kamu merasakan satu rasa masakan, kemudian teringat masa lalu?

Aku pernah. Tapi jarang terjadi, karena terlalu otentik rasanya. Nasi, mie goreng serundeng dan telur bacem.


Memori terbaikku adalah saat aku kecil. Saat itu kami sekeluarga tinggal di rumah kontrakan kecil di tengah gang Surabaya. Umurku 4 tahun mungkin, aku dan ibu terbiasa jalan kaki menuju sekolah TKku, jaraknya memang dekat. Setiap pagi juga aku selalu diberi sarapan nasi, mie goreng, serundeng dan telur bacem setengah butir yang dibeli ibu di perjalanan menuju sekolah. Aku ingat, aku selalu dibekali makanan yang hampir selalu sama selama dua tahun. Penjualnya adalah dua orang nenek yang baik dan suka memberiku rempeyek sebagai bonus bekal makanku. Setiap pagi ibu selalu membawa kotak makan kosong yang kemudian diisi sajian lezat oleh nenek. Iya, aku memanggil beliau nenek. Aku tak ingat menu apa saja yang selalu nenek sajikan tiap pagi, yang aku inget, semua masakannya luar biasa enak.

Aroma manis dari telur bacem, wangi gurih serundeng yang menguar selalu mengingatkan aku tentang rasanya menjadi anak-anak. Saat itu permasalahan hanya sebatas pensil yang lupa diraut dari rumah, aku yang tak terpilih jadi leader saat menari di acara bulanan sekolah, atau sekedar lem yang dicolek teman sebelah. Perpaduan aroma dan rasa itu selalu berhasil membuatku kembali ke memori itu, tentang rasanya iri ingin ditunggu ibu di sekolah, atau soal aku yang ingin disuapi saat istirahat. Sejak TK aku memang sudah dibiasakan mandiri, saat anak lain diantar kemudian ditunggu ibu mereka di depan kelas, aku tidak. Adekku baru lahir saat itu, ibuku sedang sibuk-sibuknya mengurus dia saat aku harus beradaptasi dengan dunia baru. Aku harus puas dengan ibu yang hanya mengantarku ke gerbang sekolah setiap pagi dan menjemputku siangnya, bahkan setahun kemudian aku akhirnya mandiri untuk berangkat dan pulang sendiri, tentunya sebelumnya aku tetap mampir ke warung nenek untuk mengisi kotak bekalku. Kadang nasi dengan serundeng, mie goreng dan telur bacem kadang juga rawon, tergantung aku sedang ingin makan apa saat istirahat.

Kemudian saat aku dewasa aku selalu mengingat segalanya saat berhasil menemukan perpaduan yang pas antara aroma dan rasa serundeng dan telur bacem. Kemudian aku selalu bersyukur ibu melatihku mandiri sejak dini. Seandainya aku jadi salah satu murid TK yang selalu ditunggu orang tuanya mungkin aku tak akan seberani hari ini, mungkin saja aku tumbuh jadi anak kolokan dan manja yang selalu meminta, atau mungkin saja aku tumbuh menjadi gadis yang menyelesaikan masalah dengan tangis tanpa usaha.





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Dan Pengalaman Sakaw Aroma Karsa (Full Spoiler)

“Kalau wewangian bisa berbicara, suaraku pasti sudah habis menyapa mereka satu demi satu”  Jati Wesi (Surat-Surat Dari Grasse. Aroma Karsa – part 8) “Dari semua yang pernah kukenal, kamu orang pertama yang bisa membaui dunia seperti yang kubaui, yang bisa mencium apa yang kucium. Orang pertama yang mengerti.” – Jati Wesi (Separuh Misteri. Aroma Karsa – part 7) “Asmara tidak bisa dipahami, Cuma bisa dirasakan akibatnya” – Empu Smarakandi Beberapa bulan ini aku sedang keranjingan satu karya yang berhasil membolak balik pikiranku, yang membuat hatiku berjangkar di sana tanpa mau berpindah sejak awal kalimatnya sampai. Aroma Karsa, satu lagi karya terbaru Dee Lestari yang baru 16 Maret 2018 lalu resmi terbit di toko buku. Aroma Karsa sendiri diterbitkan dalam dua versi, buku dan digital. Secara digital, buku ini diterbitkan dalam format cerbung yang dibagi dalam 18 part setiap hari senin dan kamis mulai Januari lalu oleh Bookslife. Seperti yang terlihat pada p

#SebulanCurcol #Day12: Aku #SobatDrakor

Hari ini masuk ke tema yang lumayan receh dan ringan nih di #SebulanCurcol setelah kemarin mengharu biru ngomongin pesan buat anak kita kelak. Kalau ngomongin hobi, di CV aku cuma masukin empat padahal sebenarnya ada lima hobi yang aku selalu lakukan. 1. Dengerin musik 2. ‎Baca buku fiksi 3. ‎Nonton 4. ‎Jelajah pantai Dan yang terakhir, yang terlalu random untuk ditulis di CV adalah 5. ‎Nyampul buku Kalau dengerin musik kayanya bukan hobi lagi ya, tapi sudah masuk kebutuhan bagi aku. Disaat apapun, kondisi apapun musik adalah hal esensial buat aku. Musik itu elemen penting untuk menambah konsentrasi bagiku. Belajar, nyetir, bahkan dulu saat rapat-rapat penting dan krusial aku selalu butuh musik supaya tetap waras dan bisa konsentrasi jauh lebih lama. Oke, lain kali mungkin aku akan cerita soal musik di hidupku. Kalau poin kedua dan keempat sepertinya sudah sering masuk dicerita-cerita lainku di blog ini. Soal hobi menyampul buku pun sepertinya pernah aku baha

Senandika

Yang aku tau, Semesta selalu berbaik hati. Ada banyak hal yang tandang dalam pikir. Sebagian pergi, sebagian mampir sejenak, dan sebagian lagi menetap. Mengakar dan dalam. Pernah ada yang datang mengancapkan akar, cukup kuat nan mengubah perjalanan. Dunia berubah, kenyataan berubah, dan ia pun sama berubahnya. Kemudian kemarin, rasanya baru kemarin satu lagi mampir. Terlampau indah untuk dilewatkan, tapi pun terlalu mengawang membawanya datang di pangkuan. Kemudian pertanyaan datang, apa saatnya rehat? Apa memang saatnya mengembalikannya lagi mengawang? Jalannya redup nan pincang. Hanya saja harapan masih menyala redup menantang. Apakah ini saatnya? Atau apakah boleh merayu sekali lagi? Apakah boleh mengetuk kembali ke pintu yang sama, harapan yang sama? Tapi yang aku tau, Semesta selalu berbaik hati.