Langsung ke konten utama

#FilmPosesif Film Luar Biasa Tentang Pacaran yang Tak Biasa





Sejujurnya aku ngga terlalu mengikuti produksi film ini dari awal, bahkan aku baru tau ada film judulnya Posesif setelah pengumuman nominasi FFI, filmnya belum tayang, tapi udah masuk 10 nominasi aja. Penasaran? PASTI LAH! Setelah nonton trailernya, “oh, ini tentang kekerasan dalam pacaran” dan sebagai orang yang sering keluar masuk sekolah untuk sosialisasi masalah pacaran sehat tanpa kekerasan, semakin penasaran lah aku, sayangnya baru sempet nonton setelah seminggu film ini diputar di bioskop. Dan yah, reviewnya sudah bertebaran sekali di TL twitter, katanya sih film ini luar biasa bagusnya.

Akhirnya kamis lalu aku berhasil nonton, dengan membawa ekspektasi yang sangat tinggi terhadap film ini. Dan bagaimana hasilnya? Apakah ekspektasiku hancur berkeping-keping ataukah terjawab dengan senyum?

Film ini diproduksi oleh Palari Film, dan disutradari oleh Edwin. Dua nama yang sebelumnya belum pernah ku dengar, sepertinya aku memang kurang baca dan kurang gaul. *pasrah*

Film ini dibintangi oleh Putri Marino (Lala) & Adipati Dolken (Yudhis) sebagai pemeran utamanya. Sejujurnya yang jadi salah satu alasan kenapa aku wajib nonton film ini ya karna ada Adipatinya sih, karna dari aku salah satu yang memperhatikan dia dari awal karir filmnya dia. hehe

Fim ini bercerita tentang cinta dua orang yang berlatar SMA, Lala yang selain pelajar juga seorang atlet loncat indah yang belum pernah pacaran dan Yudhis, cowok cakep anak baru pindahan sekolah yang rada bandel, yah tipe Davi banget lah di buku Fairish (ketauan banget ya buku bacaan anak zaman kapan :D).

Mereka nggak sengaja ketemu, ngobrol dan kemudian jatuh cinta, tapi aku akuin pertemuan awal dan adegan lari keliling lapangan diliatin anak sesekolah itu emang manis banget dan tenlit banget, aku berasa balik ke zaman tiap hari baca tenlit ngeliat adegan itu.  Berawal dari sana, mereka jalan, ngobrol banyak dan yah, jadian deh. ❤

Awalnya nggak ada yang salah dengan hubungan mereka, sampai akhirnya Yudhis menunjukkan sifat aslinya yang ternyata sangat amat posesif, bahkan jatuhnya agak horror dan psikopat ya, sering ngabsen, ngelarang Lala keluar bareng temen cowok, sampai marah-marah ke Lala karna lebih sering latihan dibanding pacaran sama dia.

Pas adegan ini rasanya aku pengen bener nasehatin Yudhis “boy, akan ada saatnya kamu kerja, dan dia juga kerja, meeting ini itu sampe lu ketemu aja ngga bisa, telpon aja keselak mulu ama kerjaan, selow lah boy”. Lu ngapa curhat Mi?

Tolong fokus Mi, fokus.😥

Oke balik ke film. Kejadian yang dialami Lala pun ngga sampai di situ, beberapa kali bahkan Yudhis marah sampai ngejambak dan nyakitin orang-orang di sekitar Lala. Jatuhnya agak psikopat ya. *hembus napas*

Intinya film ini bercerita tentang bagaimana Lala menghadapi toxic relationshipnya dengan Yudhis, kalau mau tau detilnya silahkan tonton di bioskop, masih tayang kok. Walaupun di Surabaya cuma ada di tiga bioskop, dari sekian banyak 😔

Kita reviewnya ya. Satu hal yang paling aku suka dari film ini adalah semua adegan dan alur ceritanya memang berasa real, seperti apa yang selalu kejadian di hubungan seperti ini. Salah satunya jadi “gila” karna cinta dan kemudian pasangannya pun ikutan kehilangan kewarasannya karna cinta juga. Berhubung aku pernah bekerja di isu remaja dan permasalahannya, masalah Lala & Yudhis ini sering sekali aku temui di kehidupan nyata dengan alur kekerasan yang hampir sama.

Baik-baik aja ➡ timbul masalah (yang biasanya sepele) ➡ terjadi kekerasan ➡ si pelaku merasa menyesal dan kemudian minta maaf dengan berbagai cara (biasanya dengan cara yang manis) ➡ sang korban memaafkan ➡ baik-baik aja, dan seterusnya sampai salah satunya sadar dan akhirnya berhasil benar-benar memutuskan hubungan, walaupun biasanya proses ini akan memakan waktu yang lama sampai konselor merasa bosan dengan siklus ini dan curhatan ini. Yah, rasanya sebelas duabelas lah sama rasanya nonton tersanjung, mbulet nggak kelar kelar, tapi harus terus ditonton supaya tau endingnya. *hembus napas*

Film ini sepertinya mau menggambarkan kalau sebenarnya kekerasan bisa terjadi di mana saja dan ngga memandang siapa. Selama ada relasi kuasa yang jelas, salah satu merasa berkuasa (Yudhis) atas yang lainnya (Lala). Aku rasa film ini juga sedang mengkritisi soal budaya patriarki yang sekarang makin kental. Entah benar atau nggak, tapi hal itu yang aku tangkap dari film  posesif ini.

Nah, kalau ngomongin soal peran, semua pemain rasanya pas banget aktingnya di film ini, bagaimana Putri Marino memerankan Lala dengan pas, ngga telalu terlihat lemah dan juga punya prinsip kuat sebenarnya, walaupun ini film pertamanya dia, tapi aku acungi jempol buat Putri Marino. Adipati Dolken juga luar biasa aktingnya di film ini, adegan marahnya, sedih, gimana dia nyesel dan minta maaf, luar biasa lah. Sebagai orang yang kecewa dengan aktingnya Adipati Dolken di Perahu Kertas, aku mau bilang “GOOD JOB ADIPATI” di film ini. Jauh, JAAAUUUUHHH banget kualitas aktingnya. Aku bahkan jadi ngejagoin dia sebagai pemeran utama pria terbaik di FFI ntar , semoga bawa pulang piala yaaaa. Oh iyaaa, yang jadi perhatianku juga, ternyata Adipati Dolken masih pantes dong make seragam SMA. Aku sebagai orang yang seumuran sama dia, merasa iri luar biasaaa. 😒

Oh iya, satu lagi yang sangat mencuri perhatian adalah Cut Mini yang berperan sebagai ibunya Yudhis, memang ngga banyak adegan tapi scene di kamar Yudhis itu bikin merinding, asli.

Selain pemain, sepertinya semua crew bekerja maksimal di film ini, dari pemilihan lokasi, tempat Lala & Yudhis kencan pertama dan gambar-gambaran karakter hewan yang mereka sukai itu bagus banget sih, penata riasnya yang menampilkan “muka-muka seperti tanpa make up” di layar, sinematografi yang indah dilihat, penulis scenario yang ngebuat alurnya pas, Sutradara yang luar biasa menggambarkannya, dan yang paling aku apresiasi adalah penata suaranya. Pemilihan sountrack yang lumayan beragam, dari lagu kekiniannya Dipha Barus yang No One Can Stop Us, Sampai Jadi Debu-nya Banda Neira, lagu-lagu lain yang pas bener ditiap adegan, dan yang paling jenius menurutku adalah penempatan lagu Dan-Sheila on 7. Lagu galau sejuta umat yang bikin terngiang terus di penonton baperan kayak aku yang ternyata cocok dengan cerita Lala & Yudhis.

Dan yah, sebagai orang yang berangkat nonton dengan ekspektasi tinggi, aku merasa film ini menjawab semua ekspektasiku dengan baik, apalagi bagian ending filmnya, endingnya bener-bener “JUWARAK” kalo kata Mili di AADC2. Realistis dan nggak berlebihan.

Aku bahkan ngga beranjak dari tempat dudukku sampai credit title selesai, dan rasanya aku mau berdiri sambil tepuk tangan setelah filmnya selesai. Walaupun nggak aku lakukan sih, karna malu hahahaha, yah sebagai gantinya aku buat review pertamaku untuk film ini, jadi dimaafkan lah yaaa :D

Siapapun kamu aku rasa kamu wajib nonton film ini karna #FilmPosesif ini bukan film percintaan biasa yang cheesy dan banyak adegan receh, film ini banyak mengedukasi dan membuka mata kita soal kekerasan dalam hubungan pacaran remaja yang banyak terjadi. Film ini juga memberikan gambaran kalau kekerasan bisa terjadi di sekitar kita, bisa kejadian kepada siapapun juga. Jadi kalau film ini masih tayang di kotamu, segera tonton sebelum filmnya ilang dari peredaran dan kamu nyesel.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Dan Pengalaman Sakaw Aroma Karsa (Full Spoiler)

“Kalau wewangian bisa berbicara, suaraku pasti sudah habis menyapa mereka satu demi satu”  Jati Wesi (Surat-Surat Dari Grasse. Aroma Karsa – part 8) “Dari semua yang pernah kukenal, kamu orang pertama yang bisa membaui dunia seperti yang kubaui, yang bisa mencium apa yang kucium. Orang pertama yang mengerti.” – Jati Wesi (Separuh Misteri. Aroma Karsa – part 7) “Asmara tidak bisa dipahami, Cuma bisa dirasakan akibatnya” – Empu Smarakandi Beberapa bulan ini aku sedang keranjingan satu karya yang berhasil membolak balik pikiranku, yang membuat hatiku berjangkar di sana tanpa mau berpindah sejak awal kalimatnya sampai. Aroma Karsa, satu lagi karya terbaru Dee Lestari yang baru 16 Maret 2018 lalu resmi terbit di toko buku. Aroma Karsa sendiri diterbitkan dalam dua versi, buku dan digital. Secara digital, buku ini diterbitkan dalam format cerbung yang dibagi dalam 18 part setiap hari senin dan kamis mulai Januari lalu oleh Bookslife. Seperti yang terlihat pada p

#SebulanCurcol #Day12: Aku #SobatDrakor

Hari ini masuk ke tema yang lumayan receh dan ringan nih di #SebulanCurcol setelah kemarin mengharu biru ngomongin pesan buat anak kita kelak. Kalau ngomongin hobi, di CV aku cuma masukin empat padahal sebenarnya ada lima hobi yang aku selalu lakukan. 1. Dengerin musik 2. ‎Baca buku fiksi 3. ‎Nonton 4. ‎Jelajah pantai Dan yang terakhir, yang terlalu random untuk ditulis di CV adalah 5. ‎Nyampul buku Kalau dengerin musik kayanya bukan hobi lagi ya, tapi sudah masuk kebutuhan bagi aku. Disaat apapun, kondisi apapun musik adalah hal esensial buat aku. Musik itu elemen penting untuk menambah konsentrasi bagiku. Belajar, nyetir, bahkan dulu saat rapat-rapat penting dan krusial aku selalu butuh musik supaya tetap waras dan bisa konsentrasi jauh lebih lama. Oke, lain kali mungkin aku akan cerita soal musik di hidupku. Kalau poin kedua dan keempat sepertinya sudah sering masuk dicerita-cerita lainku di blog ini. Soal hobi menyampul buku pun sepertinya pernah aku baha

Senandika

Yang aku tau, Semesta selalu berbaik hati. Ada banyak hal yang tandang dalam pikir. Sebagian pergi, sebagian mampir sejenak, dan sebagian lagi menetap. Mengakar dan dalam. Pernah ada yang datang mengancapkan akar, cukup kuat nan mengubah perjalanan. Dunia berubah, kenyataan berubah, dan ia pun sama berubahnya. Kemudian kemarin, rasanya baru kemarin satu lagi mampir. Terlampau indah untuk dilewatkan, tapi pun terlalu mengawang membawanya datang di pangkuan. Kemudian pertanyaan datang, apa saatnya rehat? Apa memang saatnya mengembalikannya lagi mengawang? Jalannya redup nan pincang. Hanya saja harapan masih menyala redup menantang. Apakah ini saatnya? Atau apakah boleh merayu sekali lagi? Apakah boleh mengetuk kembali ke pintu yang sama, harapan yang sama? Tapi yang aku tau, Semesta selalu berbaik hati.