Langsung ke konten utama

(apalah) Arti Sebuah Nama




 “Apalah arti sebuah nama” begitu ungkapan salah satu sastrawan ternama sepanjang masa. Bagi sebaagian orang, arti sebuah nama memang tidak berarti apapun, sayangnya bagi sebagian lainnya arti nama bahkan segalanya.


Lalu, bagaimana arti sebuah nama bagiku?

Mari ijinkan aku menceritakannya. Dulunya bagiku arti satu nama seseorang tak terlalu penting. Tetapi semakin aku bertambah usia dan belajar tentang banyak hal, arti atau makna dari sesuatu jadi sangatlah penting. Nama seorang anak, aku yakini adalah doa dari orang tuanya. Nama itulah yang akan melekat selamanya hingga ia tak lagi bernyawa, yang kemudian akan berpengaruh pada bagaimana ia menjalani hidupnya. Aku menemukan seorang yang bernama “Atisha” yang artinya kedamaian.  Jauh sebelum aku tau makna dari namanya, aku adalah pengagumnya, bukan karena apapun, tapi karena saat aku melihat wajahnya aku menukan keteduhan, hanya damai yang merambat. Aku bahkan mengoleksi foto Atisha hanya untuk berlama-lama memandangi teduh matanya. Aku sungguh menemukan kedamaian disana. Dan baru setelah beberapa bulan berlalu, aku tau arti namanya.

Ayahku bukanlah filosof, tapi akupun tak memahami mengapa beliau memberiku nama yang memiliki makna “Ilmu dari Arsh (tahta Tuhan)” awalnya akuberbangga hati, karena namaku begitu indahnya. Tetapi semakin aku beranjak dewasa, aku memahami maknanya untukku, bahwa nama memberi pengaruh besar untuk hidupku. Entah ini hanya kebetulan atau memang beginilah adanya, aku merasa pemikiranku berbeda dari kebanyakan gadis seusiaku, aku bahkan lebih senang berkumpul bersama banyak lelaki yang berkumpul untuk memikirkan hal yang biasanya dibawa di forum resmi, dan aku juga merasa bahwa kemikiranku jauh diatas kawan seumuranku, inilah mengapa kau merasa terasing di kalangan sebayaku, dan merasa sangat nyaman berkumpul dengan orang yang usianya lima sampai sepuluh tahun diatasku, karna hanya dengan mereka aku merasa mendapatkan kawan bicara yang sepadan.

Kondisi ini sudah aku rasakan sejak aku belasan, dan karena otakku yang sangat cepat menganalisis dan mencoba menemukan jawaban, sejak aku duduk di bangku SMP, aku mengubah nama panggilanku dengan “Mimi” kata sambungan kosa kata namaku, nama panggilan yang sangat awam di pergaulan manapun. Aku menggunakan nama ini hingga semua orang lupa nama panjangku, bahkan kadang mereka akan sangat asing dengan nama lengkapku. Tak apa, itulah tujuanku.  

Nama panggilan itu masih sangat melekat sampai saat ini. Akupun tak berniat mengenalkan diriku dengan nama depanku, apalagi nama belakangku (Arsy). Karena menurutku nama lengkapku terlalu berat untuk dipanggul, lalu biarkan saja aku bersembunyi dibalik satu nama “Mimi"

dan bagi siapapun yang membaca tulisanku ini, semoga kalian bisa menghormati sebuah nama, entah itu penting atau tidak bagimu, hormatilah. karna lelucon bagimu, bisa jadi itu beban bagi mereka yang kau tertawakan namanya, karena ada doa tulus orang tuanya disana, sama halnya dengan namamu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Dan Pengalaman Sakaw Aroma Karsa (Full Spoiler)

“Kalau wewangian bisa berbicara, suaraku pasti sudah habis menyapa mereka satu demi satu”  Jati Wesi (Surat-Surat Dari Grasse. Aroma Karsa – part 8) “Dari semua yang pernah kukenal, kamu orang pertama yang bisa membaui dunia seperti yang kubaui, yang bisa mencium apa yang kucium. Orang pertama yang mengerti.” – Jati Wesi (Separuh Misteri. Aroma Karsa – part 7) “Asmara tidak bisa dipahami, Cuma bisa dirasakan akibatnya” – Empu Smarakandi Beberapa bulan ini aku sedang keranjingan satu karya yang berhasil membolak balik pikiranku, yang membuat hatiku berjangkar di sana tanpa mau berpindah sejak awal kalimatnya sampai. Aroma Karsa, satu lagi karya terbaru Dee Lestari yang baru 16 Maret 2018 lalu resmi terbit di toko buku. Aroma Karsa sendiri diterbitkan dalam dua versi, buku dan digital. Secara digital, buku ini diterbitkan dalam format cerbung yang dibagi dalam 18 part setiap hari senin dan kamis mulai Januari lalu oleh Bookslife. Seperti yang terlihat pada p

#SebulanCurcol #Day12: Aku #SobatDrakor

Hari ini masuk ke tema yang lumayan receh dan ringan nih di #SebulanCurcol setelah kemarin mengharu biru ngomongin pesan buat anak kita kelak. Kalau ngomongin hobi, di CV aku cuma masukin empat padahal sebenarnya ada lima hobi yang aku selalu lakukan. 1. Dengerin musik 2. ‎Baca buku fiksi 3. ‎Nonton 4. ‎Jelajah pantai Dan yang terakhir, yang terlalu random untuk ditulis di CV adalah 5. ‎Nyampul buku Kalau dengerin musik kayanya bukan hobi lagi ya, tapi sudah masuk kebutuhan bagi aku. Disaat apapun, kondisi apapun musik adalah hal esensial buat aku. Musik itu elemen penting untuk menambah konsentrasi bagiku. Belajar, nyetir, bahkan dulu saat rapat-rapat penting dan krusial aku selalu butuh musik supaya tetap waras dan bisa konsentrasi jauh lebih lama. Oke, lain kali mungkin aku akan cerita soal musik di hidupku. Kalau poin kedua dan keempat sepertinya sudah sering masuk dicerita-cerita lainku di blog ini. Soal hobi menyampul buku pun sepertinya pernah aku baha

Senandika

Yang aku tau, Semesta selalu berbaik hati. Ada banyak hal yang tandang dalam pikir. Sebagian pergi, sebagian mampir sejenak, dan sebagian lagi menetap. Mengakar dan dalam. Pernah ada yang datang mengancapkan akar, cukup kuat nan mengubah perjalanan. Dunia berubah, kenyataan berubah, dan ia pun sama berubahnya. Kemudian kemarin, rasanya baru kemarin satu lagi mampir. Terlampau indah untuk dilewatkan, tapi pun terlalu mengawang membawanya datang di pangkuan. Kemudian pertanyaan datang, apa saatnya rehat? Apa memang saatnya mengembalikannya lagi mengawang? Jalannya redup nan pincang. Hanya saja harapan masih menyala redup menantang. Apakah ini saatnya? Atau apakah boleh merayu sekali lagi? Apakah boleh mengetuk kembali ke pintu yang sama, harapan yang sama? Tapi yang aku tau, Semesta selalu berbaik hati.