Organisasi
gigantis yang ada di hampir seluruh Provinsi. Berdiri karena kepedulian
terhadap sesama yang meregang nyawa saat melakukan tugas mulia, melahirkan. Berdiri
bahkan hampir seumuran dengan Negara yang menaunginya. Sanggup bertahan karena masing-masing
penggiatnya yang bekerja tulus karena gelar terhormat, relawan. Organisasi
pelopor yang menjadi motor kepedulian terhadap anak dan orang muda. Sudah tak
terhitung kepercayaan yang berhasil dikembalikan dengan sangat apik. Sungguh
saya tak mampu lagi memenerangkannya disini, sungguh terlalu indah dimata
nasional dan banyak kepala.
Lalu
tolong perbolehkan saya bercerita tentang organisasi ini di daerah saya. Saya
mengenal organisasi ini hampir lima tahun, waktu yang cukup singkat untuk
belajar, tapi waktu yang sangat panjang untuk sekedar bergelut dengan banyak
permasalahan, politik dan ketidakadilan. Yang menjadi konsen dari organisasi
ini didaerah saya adalah isu perempuan, anak, dan remaja yang berkaitan dengan
kesehatan reproduksi. Semangat dari organisasi ini sungguh memukau. Bahkan
ketahanan orang yang ada dalam atapnya, saya yakin tak ada orang diluar sana
yang sekuat mereka menghadapi konflik dan tekanan. Rata-rata mereka bertahan
karena otmosfer orang-orang di dalamnya yang benar menawan. Sayang segalanya
tak didukung dengan system management yang dianut. Orang di strata bawah sibuk
mengabdi untuk sekitar, sedangkan penguasa di atas, mereka sibuk meributkan
sesuatu yang tak penting. Sibuk membicarakan si-A, B, atau bahkan C. Dilain
waktu mereka meributkan segenggam harta yang harusnya diberikan pada sesama.
Di
organisasi yang katanya konsen pada isu perempuan, bahkan di kesehatan
reproduksi ini sungguh hanya memberi cuti melahirkan selama dua bulan pada satu
staffnya dan empat puluh hari pada yang lain. Saat staff lain sibuk membela,
penguasa sibuk bergeming dan kembali mempermasalahkan hal yang sungguh amat
remeh. Disaat relawan muda organisasi ini sibuk berfikir bagaimana membuat
perubahan dikalangan sebayanya, penguasa organisasi ini bahkan sedang sibuk
mencari cara untuk menyembunyikan pundi-pundi yang ditabung oleh mereka,
relawan muda. Disaat dokter dan tenaga medis sibuk menolong banyak perempuan,
sang penguasa sungguh sibuk menghitung berapa harta yang dipunya.
Tak
terhitung beberapa kali satu demi satu staff dipanggil hanya untuk masalah yang
sepele, masalah ucapan jujur yang tak diterima pemimpin, asset yang lecet
karena digunakan dalam mengabdi, urusan listrik, kebersihan, bahkan karena
postingan di media social yang dianggap menyindir. Lelah? Apabila pertanyaan
ini ditanyakan pada setiap kepala di bawah atapnya, semua serempak menjawab
dengan satu suara. “Lelah”. Kemuadian apabila ditanya kembali, mengapa masih
bertahan dengan imbalan yang sangat kecil? Semua juga serempak menjawab, “karena
saya peduli, karena saya masih ingin membantu banyak orang, karena senyum
mereka yang sanggup saya bantu cukup membuat saya merasa menjadi orang terkaya
didunia.”
Masih
banyak yang bertahan dibawah atap organisasinya, sisanya hengkang karena menyerah
pada bobroknya system. Disaat organisasi ini lantang berteriak soal hak,
lantang berkata tentang kesetaraan tapi orang yang bernaung dibawahnya
diinjak-injak haknya, dikebiri kebahagiannya, bahkan dibuat muak dengan drama
yang dimainkan beberapa sutradara yang berkomplot demi kepingan rupiah yang harusnya
diberikan pada masyarakat.
Sampai
kapan keadaan ini akan terus berlangsung, mari kita lihat saja, karena saya
sudah berhenti berjuang, kini saya hanya penonton. Saya hanya sanggup
menyiapkan telinga untuk mendengar
celoteh mereka yang lelah berteriak dan pelukan untuk mereka yang lelah
berjuang untuk haknya sendiri kepada pemimpin yang entah kemana akal dan hati
nuraninya.
Komentar
Posting Komentar