Langsung ke konten utama

Semoga itu Kamu




Untuk kamu yang selalu memandangku dari samping.


Entahlah aku harus menyebutmu apa. Aku tak pernah tau harus mendefinisimu seperti apa. Aku tak pandai mengaturmu, aku tak pandai mempertahankanmu di obrolan kita pada jarak jauh. Yang aku pandai hanya membuatmu bertahan disampingku saat kita sama-sama berbaring menghadap handphone kita, atau kadang buku berlatar orde baru. Kemudian kamu akan membelai rambutku dengan perlahan. Dan aku akan diam disana, bukan karena apapun, hanya karena aku mau seperti itu, karena saat aku bergerak, kamu akan menghentikan gerakanmu. Aku tak mau.

Sejak belasan, aku mendefinisi cinta sebagai seseorang yang akan berada di sisiku, yang selaras dalam pemikiran, yang tak selalu mengemis perhatian dan ia yang berjuang untuk dunianya. Aku bahkan pernah disidang oleh banyak sahabatku karena ini. Mereka bilang kalau orang yang aku inginkan hanya ada di khayalanku saja. Kemudian di Mei kala itu aku tak sengaja membaca kepribadianmu, diperjalanan kita bertolak dari pantai impian itu. aku tetap tak bisa mendefinisikanmu. Kamu seperti jawaban Tuhan untuk apa yang aku inginkan.

Kamu pecinta rokok, sedang aku selalu tak tahan dengan asapnya. Aku bahkan tak pernah melarangmu. Hanya saja setiap kamu mulai mengeluarkan sebatang dan bersiap menyulut api, aku orang pertama yang akan menggenggam tanganmu kemudian mengambil batang nikotin itu. Bukan karena aku tak suka melihatmu menghembus asap, bahkan aku adalah pengagummu saat kau menikmati gulungan tembakau itu. andai kamu tau, aku pecandu aroma bekas rokok sejak mengenalmu. Bagiku aroma rokok bercampur parfum maskulin adalah ketenangan. Karena itulah aroma pelukanmu. Lalu mengapa aku kadang merebut batang itu dari tanganmu? Selain demi alasan kesehatan, aku mencintai kebiasaan ini. Saat aku menggenggam tanganmu, kemudian kau akan berpaling menatap mataku dari jarak dekat. Dan lewat tatapan itu kita berkomunikasi. Selalu menyenangkan.


Mengapa aku mencintai kamu? Jujur saja aku pun tak tau. Aku hanya bisa menjawab. Karena itu kamu. Atau mungkin karena kamu yang pernah membuatku terlelap ditengah kekalutan hanya dengan menggenggam tanganku. Atau mungkin karena kamu yang berhasil membuat aku memelukmu ditengah dingin dan membuatmu nyaman tertidur dipangkuanku? Yang pasti, hanya kamu yang pernah membuatku kabur di dini hari hanya untuk menanyakan hal bodoh tentang kehidupan. Kamu seorang yang pernah melihatku tersedu di gelap malam saat aku tak tau harus mengeluh pada siapa.

Kamu memang tak pandai bercerita tentang kepribadianmu, tapi menurutku kamu tak seperti itu. Kamu bercerita lewat tindakan, kamu bahkan bercerita lewan ucapan yang hanya sepatah. entah karena aku yang terlalu mengenalmu atau aku yang memang hanya berlagak mengenalmu. tapi bagiku kamu adalah orang yang selalu jujur dihadapanku. Termasuk soal perempuan-perempuan yang menjadi incaran hatimu. Tapi lihatlah aku, aku masih berucap rindu saat kamu sedang didesak sahabat kami tentang tiga perempuan yang sedang kau dekati. 

Suatu hari nanti, semoga tak lama lagi aku akan mengatakan semuanya. Tentang rasa, tentang kamu untukku, tentang doaku pada Tuhan tentang kamu, dan tentang malam itu saat aku membaca kepribadianmu.

Sejujurnya aku hanya ingin berkata "Puasin main sama banyak hati Mas, ntar kalau kamu sudah puas main, sudah siap serius, silahkan datang lagi. Tapi jangan lupa berdoa, semoga diwaktu itu aku masih mendefinisi kamu dengan arti yang sama seperti sekarang"


Aku belum tau bagaimana Tuhan akan mengatur massa depanku. aku juga tak pernah berhasil menduga skenario semesta. Aku hanya bisa berdoa semoga jalanNya selalu terbaik untukku. Dan semoga itu kamu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Dan Pengalaman Sakaw Aroma Karsa (Full Spoiler)

“Kalau wewangian bisa berbicara, suaraku pasti sudah habis menyapa mereka satu demi satu”  Jati Wesi (Surat-Surat Dari Grasse. Aroma Karsa – part 8) “Dari semua yang pernah kukenal, kamu orang pertama yang bisa membaui dunia seperti yang kubaui, yang bisa mencium apa yang kucium. Orang pertama yang mengerti.” – Jati Wesi (Separuh Misteri. Aroma Karsa – part 7) “Asmara tidak bisa dipahami, Cuma bisa dirasakan akibatnya” – Empu Smarakandi Beberapa bulan ini aku sedang keranjingan satu karya yang berhasil membolak balik pikiranku, yang membuat hatiku berjangkar di sana tanpa mau berpindah sejak awal kalimatnya sampai. Aroma Karsa, satu lagi karya terbaru Dee Lestari yang baru 16 Maret 2018 lalu resmi terbit di toko buku. Aroma Karsa sendiri diterbitkan dalam dua versi, buku dan digital. Secara digital, buku ini diterbitkan dalam format cerbung yang dibagi dalam 18 part setiap hari senin dan kamis mulai Januari lalu oleh Bookslife. Seperti yang terlihat pada p

#SebulanCurcol #Day12: Aku #SobatDrakor

Hari ini masuk ke tema yang lumayan receh dan ringan nih di #SebulanCurcol setelah kemarin mengharu biru ngomongin pesan buat anak kita kelak. Kalau ngomongin hobi, di CV aku cuma masukin empat padahal sebenarnya ada lima hobi yang aku selalu lakukan. 1. Dengerin musik 2. ‎Baca buku fiksi 3. ‎Nonton 4. ‎Jelajah pantai Dan yang terakhir, yang terlalu random untuk ditulis di CV adalah 5. ‎Nyampul buku Kalau dengerin musik kayanya bukan hobi lagi ya, tapi sudah masuk kebutuhan bagi aku. Disaat apapun, kondisi apapun musik adalah hal esensial buat aku. Musik itu elemen penting untuk menambah konsentrasi bagiku. Belajar, nyetir, bahkan dulu saat rapat-rapat penting dan krusial aku selalu butuh musik supaya tetap waras dan bisa konsentrasi jauh lebih lama. Oke, lain kali mungkin aku akan cerita soal musik di hidupku. Kalau poin kedua dan keempat sepertinya sudah sering masuk dicerita-cerita lainku di blog ini. Soal hobi menyampul buku pun sepertinya pernah aku baha

Senandika

Yang aku tau, Semesta selalu berbaik hati. Ada banyak hal yang tandang dalam pikir. Sebagian pergi, sebagian mampir sejenak, dan sebagian lagi menetap. Mengakar dan dalam. Pernah ada yang datang mengancapkan akar, cukup kuat nan mengubah perjalanan. Dunia berubah, kenyataan berubah, dan ia pun sama berubahnya. Kemudian kemarin, rasanya baru kemarin satu lagi mampir. Terlampau indah untuk dilewatkan, tapi pun terlalu mengawang membawanya datang di pangkuan. Kemudian pertanyaan datang, apa saatnya rehat? Apa memang saatnya mengembalikannya lagi mengawang? Jalannya redup nan pincang. Hanya saja harapan masih menyala redup menantang. Apakah ini saatnya? Atau apakah boleh merayu sekali lagi? Apakah boleh mengetuk kembali ke pintu yang sama, harapan yang sama? Tapi yang aku tau, Semesta selalu berbaik hati.