Langsung ke konten utama

Mendoakan 28

Sebenarnya aku punya teori yang aku anut sendiri sejak lima tahun yang lalu. Keberuntungan umur. Menurutku ganjil dan genapnya umurku berpengaruh pada keberuntungan, kebaikan semesta, dan tingkat depresiku tiap tahunnya. Pun aku tak tau teori ini benar atau tidak tapi itulah yang terjadi. Ditiap umur ganjil, keberuntungan seolah ada di genggamanku, segala yang aku harap seolah didedakatkan, dan banyak hal yang tak mungkin jadi mungkin dalam sekejap mata. Sebaliknya setiap umur genapku, segala hal yang menguji kesabaran dan akal sehat datang bertubi-tubi, membanjir tanpa jeda, pun selalu berpengaruh kepada akal sehatku. Dua kali depresi terberat ada di umur genapku.

Aku tak pernah tau, mungkin segalanya hanya kebetulan belaka, mungkin juga karna Tuhan memang maha adil setelah hal berat, akan ada hal menyenangkan yang ditiupkan, begitu pula sebaliknya.

Tahun lalu umurku 27. Angka ganjil, dan benar adanya. Setalah depresi yang aku alami sepanjang 26-ku, tak lama setelah umurku bertambah, segala keberuntungan datang membanjir. Mendadak aku punya pekerjaan yang menyibukkan, mendadak harus berpindah rumah, rumah keluarga kami sendiri, dan mendadak aku tinggal di sini, di lantai 17 sebuah apartemen yang punya kolam renang di bawah balkon kamarku. Sungguh segala hal yang selalu aku doakan, selalu aku bayangkan, bahkan yang bahkan tak pernah mampir dalam khayal pun didekatkan Tuhan, diaminkan Semesta. Itulah sebabnya aku selalu menganggap 2018 adalah perayaan, perayaan akan hidup yang menyenangka, perayaan untuk kado Tuhan yang kelewat mengejutkan, yang sungguh aku selalu syukuri adanya.

Aku yakin segalanya yang selalu berhasil mengejutkanku adalah doa dari semua orang yang menyayangiku, yang tanpa diungkapan tapi selalu diam-diam merapal namaku, mengaminkan segala yang aku ingin dan segala yang baginya baik untukku.

Hari ini umurku berubah, 28. Sejujurnya aku sedikit takut, aku takut segala keberuntungan ini harus ditukar dengan hal yang menyedihkan, aku takut semesta tak lagi berpihak, aku takut jalanku tak lagi bersinar. Tapi pagi ini ada doa yang dirapal oleh mereka yang jelas menyayangiku, banyak ucapan kebahagiaan yang mereka sampaikan, banyak keberuntungan yang aku yakin mereka aminkan dalam diam nan dalam.

Sesungguhnya aku takut akan ketidakberuntungan, tapi aku sadar, hari ini aku sudah berdiri di atasnya karna mereka. Mereka yang merapal bersamaku, meraka yang diam-diam menyelipkan namaku sebelum kata amin, mereka yang mengingat tanggal 10 Februari untukku.

Terima kasih kalian, semua nama yang juga aku doakan bahagianya, yang selalu membuatku sakit saat ia juga merasa begitu, dan yang selalu aku doakan kesehatannya, agar kita terus bisa bersama, selalu dapat saling menguatkan dan menjadi alasanku untuk tersenyum menghadapi hari yang kadang berat.

Terima kasih kamu, untuk pernah ada dan hadir. Terima kasih.





Ditulis tepat tanggal 10 Februari, tapi baru dipost jauh setelah hari itu. Karena ya seperti yang mereka tau aku tak terlalu suka merayakan pergantian umur :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Dan Pengalaman Sakaw Aroma Karsa (Full Spoiler)

“Kalau wewangian bisa berbicara, suaraku pasti sudah habis menyapa mereka satu demi satu”  Jati Wesi (Surat-Surat Dari Grasse. Aroma Karsa – part 8) “Dari semua yang pernah kukenal, kamu orang pertama yang bisa membaui dunia seperti yang kubaui, yang bisa mencium apa yang kucium. Orang pertama yang mengerti.” – Jati Wesi (Separuh Misteri. Aroma Karsa – part 7) “Asmara tidak bisa dipahami, Cuma bisa dirasakan akibatnya” – Empu Smarakandi Beberapa bulan ini aku sedang keranjingan satu karya yang berhasil membolak balik pikiranku, yang membuat hatiku berjangkar di sana tanpa mau berpindah sejak awal kalimatnya sampai. Aroma Karsa, satu lagi karya terbaru Dee Lestari yang baru 16 Maret 2018 lalu resmi terbit di toko buku. Aroma Karsa sendiri diterbitkan dalam dua versi, buku dan digital. Secara digital, buku ini diterbitkan dalam format cerbung yang dibagi dalam 18 part setiap hari senin dan kamis mulai Januari lalu oleh Bookslife. Seperti yang terlihat pada p

#SebulanCurcol #Day12: Aku #SobatDrakor

Hari ini masuk ke tema yang lumayan receh dan ringan nih di #SebulanCurcol setelah kemarin mengharu biru ngomongin pesan buat anak kita kelak. Kalau ngomongin hobi, di CV aku cuma masukin empat padahal sebenarnya ada lima hobi yang aku selalu lakukan. 1. Dengerin musik 2. ‎Baca buku fiksi 3. ‎Nonton 4. ‎Jelajah pantai Dan yang terakhir, yang terlalu random untuk ditulis di CV adalah 5. ‎Nyampul buku Kalau dengerin musik kayanya bukan hobi lagi ya, tapi sudah masuk kebutuhan bagi aku. Disaat apapun, kondisi apapun musik adalah hal esensial buat aku. Musik itu elemen penting untuk menambah konsentrasi bagiku. Belajar, nyetir, bahkan dulu saat rapat-rapat penting dan krusial aku selalu butuh musik supaya tetap waras dan bisa konsentrasi jauh lebih lama. Oke, lain kali mungkin aku akan cerita soal musik di hidupku. Kalau poin kedua dan keempat sepertinya sudah sering masuk dicerita-cerita lainku di blog ini. Soal hobi menyampul buku pun sepertinya pernah aku baha

Senandika

Yang aku tau, Semesta selalu berbaik hati. Ada banyak hal yang tandang dalam pikir. Sebagian pergi, sebagian mampir sejenak, dan sebagian lagi menetap. Mengakar dan dalam. Pernah ada yang datang mengancapkan akar, cukup kuat nan mengubah perjalanan. Dunia berubah, kenyataan berubah, dan ia pun sama berubahnya. Kemudian kemarin, rasanya baru kemarin satu lagi mampir. Terlampau indah untuk dilewatkan, tapi pun terlalu mengawang membawanya datang di pangkuan. Kemudian pertanyaan datang, apa saatnya rehat? Apa memang saatnya mengembalikannya lagi mengawang? Jalannya redup nan pincang. Hanya saja harapan masih menyala redup menantang. Apakah ini saatnya? Atau apakah boleh merayu sekali lagi? Apakah boleh mengetuk kembali ke pintu yang sama, harapan yang sama? Tapi yang aku tau, Semesta selalu berbaik hati.