Langsung ke konten utama

Sam: "Petasan" Yang Berhenti Meledak


Beberapa hari lalu aku mendapat permintaan “Mi, bikinin tulisan dong, ceritakan perubahan pribadiku dari awal kamu kenal aku sampai sekarang. Menurut pengalamanmu aja, tulisan asal aja”.

Ya, aku ini pribadi yang sungguh random-nya nggak ada obat, tapi sebenarnya yang random bukan Cuma aku lho, teman-teman di lingkaranku juga. Terbukti dengan pernyataan di atas kan? Alasan itulah mungkin ya yang membuat kami berkawan baik, jadi tak apa lah.


Jadi mari aku perkenalkan dengan salah satu kawanku ini. Namanya Sam, aku tak kenal siapa nama lengkapnya, kapan ulang tahunnya, dan aku tak peduli apa agamanya. Iya, aku memang salah satu dari beberapa gelintir orang yang berteman dengan seseorang tanpa peduli latar belakangnya, aku rasa Sam juga salah satu dari segelintir orang tersebut.  

2012 akhir, itu awal pertemuanku dan Sam.
Aku mengenal Sam secara kebetulan. Kebetulan kami bergerak di-isu yang sama saat itu, maka dengan kebetulan pula kami diundang dalam satu pelatihan yang sama. Pelatihan ini diadakan oleh salah satu aliansi di Indonesia yang bergerak di-isu kesehatan dan menyasar pula remaja, saat itu mereka ingin mengumpulkan remaja dari berbagai provinsi dan mengajak kami bergerak melakukan advokasi. Akhirnya, terkumpullah sekitar 40 orang, salah satunya aku dan Sam. Aku perwakilan dari Jawa Timur, dan dia perwakilan dari Kalimantan Timur. Aku dan 40 orang lainnya cepat berbaur, bahkan sejak hari pertama. Ya, 40 orang lebih remaja, berkumpul dengan sesama remaja yang punya konsentrasi yang sama dan energy yang luar biasa, tentunya kami dengan cepat menjadi koloni yang kuat. Tapi Sam berbeda. Kalau aku ibaratkan, Sam itu persis burung gagak. Tatapannya menyeramkan dan adanya dia yang bahkan tak melakukan sesuatu pun punya efek yang mencekam. Dan itulah yang dirasakan peserta yang lain. Ditambah Sam dimasa itu tak mengenal istilah basa-basi. Perkataannya tegas, lugas, to the point dan tanpa tedeng aling-aling. Makin lah dia jadi sosok yang “menakutkan” bagi perserta lain.

Untunglah aku bukan termasuk sebagian peserta pelatihan yang ikut merasa “ketakutan”. Aku bahkan mencoba berkawan dengannya. Ternyata dibalik sosoknya yang “menyeramkan” itu dia hanya tak pandai berkomunikasi dan tak suka berbasa-basi, yang kemudian memilih diam saja. Bahkan dia tak pernah sadar bahwa caranya menatap orang lain itu sungguh tak ramah dan mengganggu. Sam punya kebiasaan menatap seseorang dengan pandangan fokus dan meneliti dengan seksama dari ujung kepala sampai ujung rambut. Tatapan yang seolah menelanjangi siapapun, sayangnya dia tidak pernah menyadari tatapannya yang dianggapnya biasa ternyata “setidak menyenangkan itu”. Kebiasaan ini sungguh susah sekali diubah, aku bahkan berkali-kali mengingatkan saat kami bersama. Sering kali bahkan aku sengaja menyenggolnya dengan keras dan berbisik “kalo ngeliat orang, biasa aja dong” baru deh dia mengganti “mode” memandangnya. Hahaha

Kalau saat ini kamu mengenal Sam sebagai orang yang mudah meledak, percayalah, ledakan yang kamu lihat saat ini hanya ledakan kecil, jauh dari apa yang dia bisa lakukan enam tahun lalu. Karna, sesungguhnya Sam yang aku kenal dulu itu doyan berdrama, sering menanggapi hal yang sering kali “nggak penting” dengan serius dan emosi.  Dia bisa teramat marah karena hal kecil yang sebetulnya sangat bisa diabaikan saja, tapi ia selalu memilih sebaliknya. Aku ingat, Sam pernah mengirim foto tangannya yang berdarah buah pelampiasan emosinya yang dialihkan pada tembok. Ya, begitulah dia.

Tapi dibalik sikap tempramentalnya, Sam adalah salah satu orang yang konsisten dalam berjuang. Dia tau apa yang sebenarnya dia mau capai dan sungguh-sungguh berjalan ke arah itu. Satu hal lagi yang masih sama aku lihat dari Sam adalah sifat pantang menyerahnya. Dia orang yang sangat “ngeyel” untuk sesuatu yang ingin ia dapatkan dan raih. Empat tahun lalu mungkin, aku sempat mendapat kabar kalau Sam sakit parah, bahkan dokter yang menanganinya menyatakan umurnya tidak lama lagi. Aku ingat, pernah sangat khawatir saat ia harus dioperasi dengan segera. Tapi bukan Sam namanya kalau tidak melewati permasalahan ini dengan berani. Dan yah, sampai hari ini Sam masih sehat wal afiat, aku rasa itu adalah andil sifatnya yang pantang menyerah itu.

Lalu apa yang berubah dari seorang Sam?
Bagiku, yang paling terlihat adalah caranya mengolah emosi. Kalau dahulu aku mengibaratkannya dengan kata “petasan” hari ini aku melihat dia sebagai “petasan basah” segalanya tentang dia masih sama saja, tapi sekarang dia tau bagaimana cara mengatur emosinya. Harus ada setidaknya berkali-kali pemantik baru dia berhasil meledak, tapi ledakannya juga tidak terlalu dasyat. Menurutku ini hal luar biasa yang ia ubah dari dirinya dan sangat berhasil.

Hal lainnya dan yang paling kentara sejak pertemuan pertama dengannya adalah cara dia membawa diri. Sam hari ini bukan lagi sosok pendiam yang bingung untuk memulai obrolan. Kalau dahulu aku yang lebih banyak bicara, dibeberapa pertemuan terakhir kami, aku malah jadi merasa mendapat kawan bicara yang sepadan. Kami sekarang sama-sama doyan ngomong ternyata. Hahaha.

Hampir enam tahun kami berteman banyak hal yang kami lalui dengan susah payah mungkin. Aku yakin aku pun banyak berubah, dan Sam pun begitu. Berubah ke arah yang lebih baik tentunya. Semoga dia pun belum puas di titik sekarang, karna aku yakin beberapa tahun lagi aku akan sangat bangga pernah mengenal Sam sejak 2012 lalu dan menjadi saksi banyak hal yang sudah iya lewati dan lakukan.  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Dan Pengalaman Sakaw Aroma Karsa (Full Spoiler)

“Kalau wewangian bisa berbicara, suaraku pasti sudah habis menyapa mereka satu demi satu”  Jati Wesi (Surat-Surat Dari Grasse. Aroma Karsa – part 8) “Dari semua yang pernah kukenal, kamu orang pertama yang bisa membaui dunia seperti yang kubaui, yang bisa mencium apa yang kucium. Orang pertama yang mengerti.” – Jati Wesi (Separuh Misteri. Aroma Karsa – part 7) “Asmara tidak bisa dipahami, Cuma bisa dirasakan akibatnya” – Empu Smarakandi Beberapa bulan ini aku sedang keranjingan satu karya yang berhasil membolak balik pikiranku, yang membuat hatiku berjangkar di sana tanpa mau berpindah sejak awal kalimatnya sampai. Aroma Karsa, satu lagi karya terbaru Dee Lestari yang baru 16 Maret 2018 lalu resmi terbit di toko buku. Aroma Karsa sendiri diterbitkan dalam dua versi, buku dan digital. Secara digital, buku ini diterbitkan dalam format cerbung yang dibagi dalam 18 part setiap hari senin dan kamis mulai Januari lalu oleh Bookslife. Seperti yang terlihat pada p

#SebulanCurcol #Day12: Aku #SobatDrakor

Hari ini masuk ke tema yang lumayan receh dan ringan nih di #SebulanCurcol setelah kemarin mengharu biru ngomongin pesan buat anak kita kelak. Kalau ngomongin hobi, di CV aku cuma masukin empat padahal sebenarnya ada lima hobi yang aku selalu lakukan. 1. Dengerin musik 2. ‎Baca buku fiksi 3. ‎Nonton 4. ‎Jelajah pantai Dan yang terakhir, yang terlalu random untuk ditulis di CV adalah 5. ‎Nyampul buku Kalau dengerin musik kayanya bukan hobi lagi ya, tapi sudah masuk kebutuhan bagi aku. Disaat apapun, kondisi apapun musik adalah hal esensial buat aku. Musik itu elemen penting untuk menambah konsentrasi bagiku. Belajar, nyetir, bahkan dulu saat rapat-rapat penting dan krusial aku selalu butuh musik supaya tetap waras dan bisa konsentrasi jauh lebih lama. Oke, lain kali mungkin aku akan cerita soal musik di hidupku. Kalau poin kedua dan keempat sepertinya sudah sering masuk dicerita-cerita lainku di blog ini. Soal hobi menyampul buku pun sepertinya pernah aku baha

Senandika

Yang aku tau, Semesta selalu berbaik hati. Ada banyak hal yang tandang dalam pikir. Sebagian pergi, sebagian mampir sejenak, dan sebagian lagi menetap. Mengakar dan dalam. Pernah ada yang datang mengancapkan akar, cukup kuat nan mengubah perjalanan. Dunia berubah, kenyataan berubah, dan ia pun sama berubahnya. Kemudian kemarin, rasanya baru kemarin satu lagi mampir. Terlampau indah untuk dilewatkan, tapi pun terlalu mengawang membawanya datang di pangkuan. Kemudian pertanyaan datang, apa saatnya rehat? Apa memang saatnya mengembalikannya lagi mengawang? Jalannya redup nan pincang. Hanya saja harapan masih menyala redup menantang. Apakah ini saatnya? Atau apakah boleh merayu sekali lagi? Apakah boleh mengetuk kembali ke pintu yang sama, harapan yang sama? Tapi yang aku tau, Semesta selalu berbaik hati.