Bukan
perkara kau siapa dan aku siapa, sungguh bukan sekedar itu. Ini tentang kita
yang ternyata ditakdirkan untuk mengagumi, berlari, menyemangati, kemudian
saling mengerti.
Lewat
secangkir kopi aku belajar menghargai pendapat banyak kepala. Lewat caramu
berusaha aku mengerti rasanya menahan rasa sakit demi banyak kebahagiaan
disekitar. Lewat celotehmu, aku sungguh belajar soal menahan egois.
Kau
telah banyak membuatku bermimpi. Membangun semuanya sampai aku tak tau lagi
caranya mengukur tinggi menara impianku. kemudian kau menceburkanku dalam air,
bukan untuk mencelakaiku, tapi untuk membangunkanku dari mimpi. Didalam riuhnya
buih, aku tau kau sedang menyuruhku berlari ke puncak. Mungkin seandainya kau
dapat mengatakannya kau akan berujar “hey bangun, saatnya membuat mimpimu nyata”
iya, rasanya seperti saat ini, sesak, lelah, dan hamper menyerah, begitu caraku
mengejar mimpi. rasanya persis sama
seperti saat kau mennceburkanku dalam air tak tergapai kaki.
Aku
sungguh berhutang banyak untuk pijakanku saat ini, untuk banyak uluran tangan
menenangkanmu, untuk ribuan kali senyummu saat aku menoleh kebelakang hanya
untuk tau bukan saatnya menyerah. Dan untuk satu-satunya peluk yang membuat aku
tau bahwa kedamaian itu nyata adanya.
Komentar
Posting Komentar