Langsung ke konten utama

#SebulanCurcol #Day28: Tentang Mereka

Sejujurnya postingan ini adalah postingan terakhir yang aku tulis dari beberapa hutang postingan yang harus aku bayar. Ternyata tema ini adalah tema terberat untuk ditulis. Tema yang aku tak tau harus bagaimana menulisnya dengan positif.

Sebenarnya aku bukan family person. Tidak pernah mengutamakan keluarga, dan bukan juga orang yang menaruh keluarga sebagai gantungan saat aku tak kuat berpijak. Aku terlahir sebagai sulung dari dua bersaudara. Adekku perempuan, hanya berselisih 3 tahun dari umurku. Aku dibesarkan oleh ibu yang keras dan ayah yang penyabar.

Sejak kecil aku terbiasa untuk menahan keinginan. Karna tak semua yang aku butuh dan inginkan selalu berhasil diwujudkan. Setelah aku beranjak dewasa barulah aku dapat sedikit demi sedikin merasakan keinginanku yang menjadi nyata dengan segera, tanpa menunggu terlalu lama seperti saat sebelumnya. Tentunya, segalanya dengan usahaku sendiri. Kemudian aku terlalu terbiasa berjuang sendirian. Memaknai bahwa aku sendiri di dunia ini. Berjuang sampai akhir tak ada bantuan. Bahkan setiap aku kesulitan aku selalu berkata pada diriku "kamu sendirian! Kalau bukan kamu, nggak akan ada yang bisa membantu" dan perkataan ini terus aku ulang sampai benar-benar mengakar dalam. Aku sendirian.

Sampai saat ini, 27 tahun hidupku bersama mereka, bagi mereka aku bukan sosok yang dapat dibanggakan. Aku sadar karna aku tau betul bahwa selama ini aku seperti dua orang yang berbeda saat di rumah dan di luar rumah. Di luar rumah aku adalah sosok menyenangkan, yang rela berkorban dan selalu mau membantu siapapun. Sedangkan di dalam rumah aku adalah sosok menyebalkan yang mau menang sendiri. Sungguh aku sadar akan hal ini. Aku bahkan selalu mencoba mengubah diriku. Tapi selalu gagal, karna aku yang selalu merasa mereka bukan tempatku pulang. Mereka bukan rumah yang nyaman untuk aku tinggali. Mereka bukan tempat aku mendampa peluk saat aku kelelahan menghadapi dunia. Mungkin aku yang salah, mungkin aku yang selama ini terlalu memelihara benci, tapi aku juga berkali gagal memperbaiki.

Sosok paling berharga di hidupku sesungguhnya bukan mereka. Begitupun mungkin aku bagi mereka.

Selama ini aku berusaha dengan segala yang aku bisa untuk membuat mereka bangga, atau sekedar membuat mereka mengakui aku yang bukan sampah. Segala usahaku selama ini sesungguhnya untuk sekedar pengakuan yang belum aku dapat. Mungkin kami memaknai prestasi dengan makna yang jauh berbeda. Dan memang begitulah aku dan keluargaku. Kami berada di daratan yang berbeda, yang belum pernah menemukan jembatan yang dapat menghubungkan kami.

Tapi sesungguhnya aku hanya ingin pulang, aku ingin peluk yang menenangkan, pendengar yang mau memahamiku, aku sungguh ingin menyecap rasanya diberi uluran tangan dan diakui.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Dan Pengalaman Sakaw Aroma Karsa (Full Spoiler)

“Kalau wewangian bisa berbicara, suaraku pasti sudah habis menyapa mereka satu demi satu”  Jati Wesi (Surat-Surat Dari Grasse. Aroma Karsa – part 8) “Dari semua yang pernah kukenal, kamu orang pertama yang bisa membaui dunia seperti yang kubaui, yang bisa mencium apa yang kucium. Orang pertama yang mengerti.” – Jati Wesi (Separuh Misteri. Aroma Karsa – part 7) “Asmara tidak bisa dipahami, Cuma bisa dirasakan akibatnya” – Empu Smarakandi Beberapa bulan ini aku sedang keranjingan satu karya yang berhasil membolak balik pikiranku, yang membuat hatiku berjangkar di sana tanpa mau berpindah sejak awal kalimatnya sampai. Aroma Karsa, satu lagi karya terbaru Dee Lestari yang baru 16 Maret 2018 lalu resmi terbit di toko buku. Aroma Karsa sendiri diterbitkan dalam dua versi, buku dan digital. Secara digital, buku ini diterbitkan dalam format cerbung yang dibagi dalam 18 part setiap hari senin dan kamis mulai Januari lalu oleh Bookslife. Seperti yang terlihat pa...

Terima Kasih Dewi Lestari

Pagi ini entah mengapa saya iseng membaca twitter teh @deelestari . Penulis favorit saya, dan saya menyadari beberapa hal. Buku pertama yang saya baca adalah Perahu Kertas (tahun 2011) saya masih 20 tahun saat itu. sedang berkasus dengan cinta. Cinta kepada orang yang sedekat hubungan kakak adik tapi tak berani memutuskan untuk melanjutkan atau mengakhiri. Buku ini adalah hal yang tak bisa saya ucapkan maknanya. Saat itu saya stug di satu kondisi. Tak bisa bercerita kepada siapapun. Sangat iseng membuka google dan memasukkan kata kunci “kisah kakak adik ketemu gede” dan dengan lucunya semesta ini mempertemukan saya dengan eBook Perahu Kertas. Tanpa banyak pikir saya mendownloadnya. Membacanya di layar laptop, bahkan sampai empat kali sebelum akhirnya membeli buku cetaknya sebagai penghargaan untuk diri sendiri baru pada 2012. Saya aquarius, pecinta laut, pecinta lelaki pendiam nan misterius. Entah guyonan semesta macam apa ini. Tapi yang pasti setelah membaca buku itu saya ber...

Pelukan Kebebasan

Pukul 22.00. waktu dimana SMSmu hadir. Selalu di waktu ini. Terkadang sebelumnya, saat kamu terlalu cepat pulang dari ritualmu menghirup kopi. Kadang pula setelahnya, saat kamu terlalu sibuk dengan kawan bicaramu. Kita bisa berbicara berjam-jam di waktu malam, sebelum aku akhirnya sempat pensiun sebagai nocturnal. Saat bersamamu, aku selalu berfikir, ternyata jarak Surabaya – Semarang hanya sejengkal di dalam obrolan kita. Tak pernah lebih jauh. Kamu orang yang menyadarkan aku akan banyak hal yang berkaitan dengan hukum. Orang yang selalu berkata padaku, “Sekarang orang baik sudah langka, aku mau kita jadi salah satunya.” Dan kemudian aku selalu mengingat itu saat aku acuh terhadap orang lain. Saat itu kita memang sama-sama mengejar mimpi. Mimpi masing-masing yang memang tinggal selangkah dalam genggaman. Hubungan pertamaku dengan orang yang tak pernah protes dengan segala kesibukanku, karena kamu pun demikian sibuknya. kamu yang sebegitu dewasanya menanggapi aku yang khawa...