“Kalau wewangian bisa
berbicara, suaraku pasti sudah habis menyapa mereka satu demi satu”
Jati Wesi
(Surat-Surat Dari Grasse. Aroma Karsa – part 8)
“Dari semua yang pernah
kukenal, kamu orang pertama yang bisa membaui dunia seperti yang kubaui, yang bisa
mencium apa yang kucium. Orang pertama yang mengerti.” – Jati Wesi (Separuh
Misteri. Aroma Karsa – part 7)
“Asmara tidak bisa
dipahami, Cuma bisa dirasakan akibatnya” – Empu Smarakandi
Beberapa bulan ini aku sedang keranjingan satu karya yang
berhasil membolak balik pikiranku, yang membuat hatiku berjangkar di sana tanpa
mau berpindah sejak awal kalimatnya sampai. Aroma Karsa, satu lagi karya
terbaru Dee Lestari yang baru 16 Maret 2018 lalu resmi terbit di toko buku.
Aroma Karsa sendiri diterbitkan dalam dua versi, buku dan digital. Secara
digital, buku ini diterbitkan dalam format cerbung yang dibagi dalam 18 part
setiap hari senin dan kamis mulai Januari lalu oleh Bookslife.
Seperti yang terlihat pada penggalan kalimat di atas, Aroma
Karsa bercerita tentang dunia aroma. Sesuatu yang tidak dapat dilihat maupun
diraba tapi punya makna yang terasa. Buku ini berkisah tentang tanaman
misterius yang punya kekuatan luar biasa yang hanya dapat ditemukan lewat
aroma. Aroma Karsa adalah sebentuk ilmu pengetahuan yang didapat dari riset serius
yang luas dan mendalam dibungkus mistis serta kisah cinta yang hangat.
Sejujurnya aku tidak terlalu tertarik dengan format digital.
Pertama, karena pikiranku yang masih konvensional, buku ya harus bisa dipegang
dan bisa dibaui aroma kertasnya. Kedua, karna aku sudah memiliki pengalaman
mengikuti #Pollstory The Architecture of
Love, novel yang awalnya berbentuk cerbung di Twitter yang ditulis oleh Ika
Natassa. Sensasi penasaran dan menunggu yang pernah aku rasakan memang menyenangkan
terkadang, tapi untuk mengulang sensasi yang sama sekali lagi? Tunggu, aku akan
berpikir berrkali-kali untuk itu. Dan yah, sampai hampir dua minggu cerbungnya
mulai dibagikan aku masih kukuh pada pendirianku untuk setia menunggu versi
cetak. Sampai pada suatu siang salah satu teman bercerita kalau dia sebenarnya
berlangganan cerbung Aroma Karsa tapi belum pernah membacanya karna keribetan
tata cara bookslife yang harus mendownload aplikasi baru dan aktivasi via email
yang memang sedikit butuh kesabaran. Singkat cerita, karna cerbung Aroma Karsa
ini dapat diakses pada dua gadget akhirnya kami sepakat berbagi, dia membayar
tagihannya, dan aku yang berusaha “ngeyel” sampai kami berhasil membaca.
Jadilah aku bergabung dalam komunitas "Sakaw senin kamis" bersama
2000 pembaca lain.
Sebenarnya dipost yang lumayan panjang ini aku ingin memberikan review dan berbagi
pengalaman proses jatuh cinta kepada Aroma Karsa yang semakin hari semakin kuat
dan makin tidak masuk akal ini. Bagi yang belum membaca dan tidak mau membaca spoiler, tolong berhenti di sini!
Bagiku part 1 adalah kunci, aku memulai perjalananku bersama
Aroma Karsa dengan sangat antusias, sungguh sejak bab pertama mbak Dee menjerat
dengan sangat kuat dan tidak memberikan ruang untuk kabur. Ditambah proses membaca
yang dilakukan bertahap, aku seolah diberi waktu untuk membahas part demi part
dengan intens. Hasilnya aku merasa tumbuh bersama setiap karakter. Merasakan rasa penasaran Jati Wesi, ketakutan Tanaya Suma, ambisiusnya Raras Prayagung dan yang jelas
aku sama seperti mereka, ikut terjerat kekuatan magis Sanghyang Batari Karsa.
Sejujurnya yang membuat perjalan menamatkan Aroma karsa ini
jadi lebih menantang adalah karena proses menunggu yang sungguh menyiksa tapi
terus ingin dilakukan. Aku biasa menyebutnya dengan sakaw senin kamis. Seumur
hidupku aku tak pernah menantikan hari senin dan kamis sesemangat dua bulan
belakangan. Bangun tidur langsung mengecek email dan mendownload lanjutan
partnya jadi salah satu ritual yang mengikat dan mendebarkan, ditambah halaman
bookslife yang sering error, ini salah satu yang membuat proses membaca cerbung
ini punya tantangannya sendiri.
Kalau kata mbak Dee kami ini masuk dalam PERNASEMIS. Persatuan Napas Senin Kamis. Tapi begitulah yang aku
rasakan setiap senin dan kamis aku seolah diberi napas sejenak dan sedikit
kebahagiaan sebelum melanjutkan sakaw selanjutnya yang makin lama semakin pekat
efeknya.
Aku sadar sakaw yang aku alami ini bukan tanpa sebab, karena
mbak Dee sungguh meramu tulisannya dengan ciamik. Pekat, seru, mendebarkan,
menimbulkan penasaran dan entah mengapa sanggup membuat aku yang hanya seorang
pembaca dapat benar-benar masuk dalam pusaran plotnya. Ditambah kisah cinta yang manis kadang hangat, kadang pula panas dan sensual tapi juga sanggup membuat tersipu. Pintarnya, mbak Dee
sungguh membagi setiap partnya dengan pas, bersama akhir potongan yang punya rasa
menyebalkan persis kata “BERSAMBUNG” di sinetron.
Sensasi scroll halaman terakhir dan berharap dapat
lanjutannya adalah satu yang membuat sakaw ini makin seru.
Sebagai pecinta novel fantasi, karya mbak Dewi selalu
berhasil membuat cerita fiksi yang kental terasa nyata, Aroma Karsa salah
satunya. Kemistisan gunung Lawu, kelabang raksasa yang konon benar ada di sana
dan dunia gaib yang memang melekat pada gunung Lawu membuat aku sedikit percaya
bahwa Desa Dwarapala serta Alas Kalingga memang ada di jalur tengah Lawu.
Banyaknya istilah dan karakter-karakter kuat dalam Aroma
Karsa ini juga menjadi salah satu hal yang menarik. Awalnya aku sedikit bingung
dengan banyaknya karakter dan istilah tersebut, aku seolah dijejali dengan pengenalan
karakter yang rasanya tak habis-habis, tapi setelah memasuki inti petualangan
aku jadi tau mengapa harus ada begitu banyak karakter, mengapa harus begitu
berliku. Di akhir part 12 aku bahkan sengaja memetakan semua istilah dan
alurnya untuk menebak plot serta ending dari cerita ini.
Tapi walaupun aku sudah berhasil menerka plotnya, ending
petualangan ini tetap jadi kejutan yang manis dan sungguh tak tertebak.
Hebatnya, bahkan setelah berhari-hari aku menamatkan kisah
ini, kekuatan magis Puspa Karsa sungguh makin hari makin membuat gila dan
makin tidak masuk akal efeknya bagiku. Ini sebagian efeknya:
Tak berhenti di sana, semenjak mengenal Jati Wesi, aku merasa
indra penciumanku jadi semakin tajam. Inilah magis tulisan mbak Dee, saking
detilnya, setiap bebauan yang digambarkan seolah benar-benar aku cium aromanya.
Ditambah penjelasan tentang parfum yang begitu mendetil membuat aku mulai sok
tau soal aroma parfum. Akibatnya saat parfumku habis baru-baru ini rasanya
aku ingin kabur ke Attarwalla dan minta tolong Jati untuk memilihkan parfum
yang tepat karna rasanya setiap parfum yang kuendus selalu kurang cocok untukku.
Aku bahkan punya kebiasaan membuka hastag #AromaKarsa di
twitter dan membalas pertanyaan bahkan menanggapi siapapun yang membahas Aroma
Karsa
Memang begitulah kuatnya Sanghyang Batari Karsa menjerat
diriku. Hingga saat ini Aroma Karsa berhasil menggeser urutan buku terfavoritku
dan menjadikannya berdiri di puncak urutan.
Aku sungguh ingin berterima kasih kepada mbak Dewi Lestari
yang telah menjerat aku dengan petualangan yang sangat menyenangkan ini yang
membuat aku menangis di bab-bab terakhir bukan karna ceritanya yang sedih, tapi
karna perpisahan yang semakin dekat. Sungguh pengalaman membaca yang sangat
seru yang berhasil membawaku menjelajah ke dalam banyak situasi dan tempat
walau aku hanya berdiam diri di kamar dengan layar handphone. Terima kasih pula
untuk sakaw senin kamis yang mungkin tidak akan pernah aku lupakan rasanya.
Dan mari kita tutup postingan panjang ini dengan penggalan
kalimat dalam Aroma Karsa yang paling aku cintai dan paling menggambarkan
diriku.
“Kemiripan
aroma laut dan aroma tubuh membuatku mulai percaya bahwa manusia pertama lahir
dari rahim Samudra. Kami hadir di sini karena terpanggil wangi leluhur”
(Aroma Karsa. Dee
Lestari)
Komentar
Posting Komentar