Langsung ke konten utama

Kita dan Pagi




Aroma ini, aroma khas yang selalu sama. Aroma yang selalu berhasil mengingatkanku kepada kamu. Aroma seduhan kopi pekat ditengah aroma pagi yang masih semerbak. Pagi ini masih pagi yang sama seperti waktu kita pernah menghabiskannya bersama. Pagi saat kulihat kau masih terlelap di sampingku dengan lengan yang melingkar di badanku. Satu kondisi yang dapat dipastikan tidak memiliki kesadaran, tapi aku selalu mencintai keadaan ini.

Tak banyak memang pagi yang pernah kita lalui, karena memang tak banyak waktu yang kita habiskan  bersama. Tapi taukah kau, akulah yang mencintaimu sehangat pagi, semenyenangkan pagi, dan setulus pagi. Bagiku selalu ada memori di sela seruan Tuhan saat fajar mulai datang. Di saat itu hanya ada kita dan pagi.

Kau pernah menangis di sana, akupun demikian. Kita pernah setiap hari menghabiskan pergantian malam dan pagi dengan bertukar cerita, cerita sederhana, kadang cerita masa lalu yang saat itu kita tertawakan berdua. Cerita tentang mimpimu, mimpiku, dan mimpi kita yang tenyata punya beberapa kesamaan. Bagi banyak orang mungkin kamu adalah sosok idealis yang kuat bertahan menghadapi hidup dan sekitar. Bagiku kamu adalah sosok menyenangkan yang punya banyak sisi lemah yang tak banyak orang tau.

Dulu aku selalu menghitung, berapa malam yang kita habiskan bersama, sampai akhirnya aku tak lagi berhitung, karena tak lagi ada obrolan panjang. Kau mencipta jarak denganku, jarak yang kau buat sendiri, jarak yang membuat kamu selalu berlari kearahku saat orang lain tak mampu tenangkan dirimu karena tekanan yang telah mencapai puncaknya. Bagimu, mungkin aku bukan rumah untuk singgah, mungkin bagimu aku ini morfin. Saat kamu tak kuat menahan sakit, baru kau datang mencariku.

Sayangnya yang membuat aku sakit, ternyata kamu adalah paracetamol untukku, saat aku demam, apapun penyebabnya kamulah yang pertama ada dibenakku. Kamu seperti rumah hangat yang selalu ingin aku tinggali.

Yah, tapi yang selalu membuat aku kesal akhirnya adalah mengapa di kondisi yang seperti ini pun aku masih berucap cinta. Kamu masih selalu selayak pagi yang menyenangkan. Pagi yang membuat segala harapan punya kenyataannya.


Ditulis pada pagi hari di depan tenda Pulau Tabuhan Banyuwangi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan 30

 Hay Mi, Bagaimana rasanya tumbuh dewasa? Apakah menyenangkan seperti pikiran belasanmu? Aku tau tak mudah berada di titikmu saat ini. Berbanggalah Mi, hari ini kamu bisa meredam amarahmu dengan cukup baik. Berbahagialah Mi, karna hari ini kamu berhasil melewati banyak hal yang sulit. Bersoraklah Mi, karna kamu berhasil mengalahkan egomu yang maha dahsyat itu. Terima kasih untuk selalu berusaha dan kuat Terima kasih sudah melebarkan punggungmu untuk memeluk segala rasa tak nyaman Terima kasih sudah melapangkan dadamu untuk memaafkan segala hal Terima kasih untuk selalu menemukan kebahagian sederhana di sela hari Terima kasih banyak Mi, terima kasih banyak

Terima Kasih Dewi Lestari

Pagi ini entah mengapa saya iseng membaca twitter teh @deelestari . Penulis favorit saya, dan saya menyadari beberapa hal. Buku pertama yang saya baca adalah Perahu Kertas (tahun 2011) saya masih 20 tahun saat itu. sedang berkasus dengan cinta. Cinta kepada orang yang sedekat hubungan kakak adik tapi tak berani memutuskan untuk melanjutkan atau mengakhiri. Buku ini adalah hal yang tak bisa saya ucapkan maknanya. Saat itu saya stug di satu kondisi. Tak bisa bercerita kepada siapapun. Sangat iseng membuka google dan memasukkan kata kunci “kisah kakak adik ketemu gede” dan dengan lucunya semesta ini mempertemukan saya dengan eBook Perahu Kertas. Tanpa banyak pikir saya mendownloadnya. Membacanya di layar laptop, bahkan sampai empat kali sebelum akhirnya membeli buku cetaknya sebagai penghargaan untuk diri sendiri baru pada 2012. Saya aquarius, pecinta laut, pecinta lelaki pendiam nan misterius. Entah guyonan semesta macam apa ini. Tapi yang pasti setelah membaca buku itu saya ber...

Pelukan Kebebasan

Pukul 22.00. waktu dimana SMSmu hadir. Selalu di waktu ini. Terkadang sebelumnya, saat kamu terlalu cepat pulang dari ritualmu menghirup kopi. Kadang pula setelahnya, saat kamu terlalu sibuk dengan kawan bicaramu. Kita bisa berbicara berjam-jam di waktu malam, sebelum aku akhirnya sempat pensiun sebagai nocturnal. Saat bersamamu, aku selalu berfikir, ternyata jarak Surabaya – Semarang hanya sejengkal di dalam obrolan kita. Tak pernah lebih jauh. Kamu orang yang menyadarkan aku akan banyak hal yang berkaitan dengan hukum. Orang yang selalu berkata padaku, “Sekarang orang baik sudah langka, aku mau kita jadi salah satunya.” Dan kemudian aku selalu mengingat itu saat aku acuh terhadap orang lain. Saat itu kita memang sama-sama mengejar mimpi. Mimpi masing-masing yang memang tinggal selangkah dalam genggaman. Hubungan pertamaku dengan orang yang tak pernah protes dengan segala kesibukanku, karena kamu pun demikian sibuknya. kamu yang sebegitu dewasanya menanggapi aku yang khawa...