Langsung ke konten utama

Adikku dan Ketulusan




Hari ini entah mengapa aku ingin menceritakan tentang Adikku, seorang yang umurnya hanya beda beberapa tahun dari ku, jarang sekali kita berbincang lama. Aku sibuk dengan dunia yang aku bangun sendiri, begitu pula dia, kami bahkan sedekat nadi dengan sahabat kami tapi sejengkalpun kami tak pernah sedekat itu. Sampai suatu saat dia harus pergi ke suatu pulau untuk tugas kuliahnya, sedangkan pulau itu pula tempat yang menjadi mimpiku berkelana, mungkin Tuhan memang menjodohkan kami, dia dijadwalkan berangkat 2 minggu sebelum tanggal di tiket pesawatku. Selain pertengkaran tak banyak yang kami obrolkan, tapi disana murni aku punya beberapa hari bersama dia menjelajah alam, bersama sahabatnya tentunya. Awalnya aku mengenalnya sebagai sosok manja yang menyebalkan, mungkin dia hanya mengenalku sebagai seorang kakak yang keras dan menyebalkan pula, tapi beberapa hari itu merubah banyak pemikiran kami. Akhirnya aku mengenalnya sebagai sosok rapuh yang ingin menaklukkan dunia. Dengan beberapa kisah cintanya yang selama ini ia sembunyikan. Pada akhirnya aku pun membuka sedikit sisi lainku di depannya, aku bercerita tentang mimpiku, apa yang sedang aku perjuangkan untuk hidup, dan tentang kisah cintaku.

Akhirnya kami mengerti ternyata kami memang pecinta yang kuat, kuat menahan rasa sakit, kuat menciptakan obat untuk rasanya diabaikan. Sampai di satu kisahku dia bertanya “Mbak, kenapa kamu bertahan buat orang yang Cuma datang ke kamu waktu dia butuh ditenangkan?” saat itu akhirnya aku hanya bisa menjawab “karena itu dia, yang bisa membuat aku berhenti nangisin hidup” dan obrolan ini pun berlalu bagai angin.

Dan hari ini dia datang dengan sebuah cerita, cerita cintanya. Tentang lelaki yang telah mengalihkan dunianya lebih dari empat tahun, kemarin ibu dari lelaki itu meninggal, dengan kuat hati ia akhirnya datang berziarah, menahan rasa sakit melihat lelaki itu duduk disebelah wanitanya. Tapi ternyata yang membuat ia sakit bukan sosok perempuan itu, tapi melihat pemandangan lelaki terhebatnya duduk dengan pandangan kosong, tangan yang lemah menyambut uluran ucapan dukanya. Lalu di sela ceritanya adikku berkata “tau ngga mbak, yang bikin aku nangis itu apa? Yang bikin aku nangis itu karna aku ngga bisa meluk dia saat aku pengen meluk dia dan bilang kalo semua akan baik-baik aja. Aku ngga bisa ngehibur dia disaat aku tau banget dia butuh itu”. dan entah mengapa adikku lalu berkata kepadaku, “sekarang aku paham kenapa kamu bertahan buat orang yang kamu pertahankan dengan alasan karna dia yang bisa buat kamu berhenti nangisin hidup, ternyata orang yang kaya gini emang berharga, walaupun aku sedih ternyata bukan aku yang bisa bikin dia berhenti nangisin hidupnya”

Dan hari ini aku belajar banyak darinya, adikku tersayang. Hari ini, malam ini bahkan aku menangis dan menulis ini untuknya. Untuk satu kisah  yang belum pernah terucap kepada orang yang membuatnya tulus melakukan banyak hal, orang yang selalu menyelipkan satu nama di sela doa panjang di hadapan Tuhan.

Dan hari ini, setelah hampir 21 tahun dia ada disisiku, setelah banyak kali aku bahkan mengutuknya karena jengkel, aku dengan tulus berdoa pada Tuhanku, untuk kebahagiannya yang tulus mencintai lelakinya. Semoga suatu hari nanti dia akan menemukan orang yang akan menenangkannya saat tangis, yang akan memeluknya saat ia kelelahan menghadapi dunianya.


Tulisan ini ditulis di pergantian hari, 14 Juni

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan 30

 Hay Mi, Bagaimana rasanya tumbuh dewasa? Apakah menyenangkan seperti pikiran belasanmu? Aku tau tak mudah berada di titikmu saat ini. Berbanggalah Mi, hari ini kamu bisa meredam amarahmu dengan cukup baik. Berbahagialah Mi, karna hari ini kamu berhasil melewati banyak hal yang sulit. Bersoraklah Mi, karna kamu berhasil mengalahkan egomu yang maha dahsyat itu. Terima kasih untuk selalu berusaha dan kuat Terima kasih sudah melebarkan punggungmu untuk memeluk segala rasa tak nyaman Terima kasih sudah melapangkan dadamu untuk memaafkan segala hal Terima kasih untuk selalu menemukan kebahagian sederhana di sela hari Terima kasih banyak Mi, terima kasih banyak

Terima Kasih Dewi Lestari

Pagi ini entah mengapa saya iseng membaca twitter teh @deelestari . Penulis favorit saya, dan saya menyadari beberapa hal. Buku pertama yang saya baca adalah Perahu Kertas (tahun 2011) saya masih 20 tahun saat itu. sedang berkasus dengan cinta. Cinta kepada orang yang sedekat hubungan kakak adik tapi tak berani memutuskan untuk melanjutkan atau mengakhiri. Buku ini adalah hal yang tak bisa saya ucapkan maknanya. Saat itu saya stug di satu kondisi. Tak bisa bercerita kepada siapapun. Sangat iseng membuka google dan memasukkan kata kunci “kisah kakak adik ketemu gede” dan dengan lucunya semesta ini mempertemukan saya dengan eBook Perahu Kertas. Tanpa banyak pikir saya mendownloadnya. Membacanya di layar laptop, bahkan sampai empat kali sebelum akhirnya membeli buku cetaknya sebagai penghargaan untuk diri sendiri baru pada 2012. Saya aquarius, pecinta laut, pecinta lelaki pendiam nan misterius. Entah guyonan semesta macam apa ini. Tapi yang pasti setelah membaca buku itu saya ber...

Pelukan Kebebasan

Pukul 22.00. waktu dimana SMSmu hadir. Selalu di waktu ini. Terkadang sebelumnya, saat kamu terlalu cepat pulang dari ritualmu menghirup kopi. Kadang pula setelahnya, saat kamu terlalu sibuk dengan kawan bicaramu. Kita bisa berbicara berjam-jam di waktu malam, sebelum aku akhirnya sempat pensiun sebagai nocturnal. Saat bersamamu, aku selalu berfikir, ternyata jarak Surabaya – Semarang hanya sejengkal di dalam obrolan kita. Tak pernah lebih jauh. Kamu orang yang menyadarkan aku akan banyak hal yang berkaitan dengan hukum. Orang yang selalu berkata padaku, “Sekarang orang baik sudah langka, aku mau kita jadi salah satunya.” Dan kemudian aku selalu mengingat itu saat aku acuh terhadap orang lain. Saat itu kita memang sama-sama mengejar mimpi. Mimpi masing-masing yang memang tinggal selangkah dalam genggaman. Hubungan pertamaku dengan orang yang tak pernah protes dengan segala kesibukanku, karena kamu pun demikian sibuknya. kamu yang sebegitu dewasanya menanggapi aku yang khawa...