Langsung ke konten utama

Postingan

Tolong Jangan

Jangan bawa aku ke gunung, bukan karena aku tak mencintai pemandangan dataran tinggi. Tapi maaf, aku tak tahan dengan suhu disana Tolong bawa aku ketepian sungai. Aku selalu mencintai memandang alirannya. Karena di riaknya aku menemukan kesamaan cara pandangmu. Jangan bawa aku keatas tebing. Bukan karena aku tak cinta memandang dunia seperti seekor burung. Tapi aku takut ketinggian, aku takut terjatuh. Karena aku tau persis rasanya. Sakit. Bawa aku ke tepian laut. Karena aku mencintai ombaknya, pasirnya, bahkan desingan anginnya. Disana aku selalu puas membayangkanmu. Aku selalu senang mengingat kembali saat kamu memandangku dari jauh, ketika aku sedang tepekur menatap ombak. Jangan suguhi aku kopimu, kopi hitam perpaduan dua sendok bubuk kopi dan satu sendok gula. Kopi kesayanganmu. Mengapa? Karena lambungku sudah tak sanggup lagi mencerna kopi hitam itu, kecuali lewat cangkirmu. Iya, kamu memang penawarku. Tolong antar aku dengan sepeda motorku saja, j...

Pelukan Kebebasan

Pukul 22.00. waktu dimana SMSmu hadir. Selalu di waktu ini. Terkadang sebelumnya, saat kamu terlalu cepat pulang dari ritualmu menghirup kopi. Kadang pula setelahnya, saat kamu terlalu sibuk dengan kawan bicaramu. Kita bisa berbicara berjam-jam di waktu malam, sebelum aku akhirnya sempat pensiun sebagai nocturnal. Saat bersamamu, aku selalu berfikir, ternyata jarak Surabaya – Semarang hanya sejengkal di dalam obrolan kita. Tak pernah lebih jauh. Kamu orang yang menyadarkan aku akan banyak hal yang berkaitan dengan hukum. Orang yang selalu berkata padaku, “Sekarang orang baik sudah langka, aku mau kita jadi salah satunya.” Dan kemudian aku selalu mengingat itu saat aku acuh terhadap orang lain. Saat itu kita memang sama-sama mengejar mimpi. Mimpi masing-masing yang memang tinggal selangkah dalam genggaman. Hubungan pertamaku dengan orang yang tak pernah protes dengan segala kesibukanku, karena kamu pun demikian sibuknya. kamu yang sebegitu dewasanya menanggapi aku yang khawa...

Terima Kasih Dewi Lestari

Pagi ini entah mengapa saya iseng membaca twitter teh @deelestari . Penulis favorit saya, dan saya menyadari beberapa hal. Buku pertama yang saya baca adalah Perahu Kertas (tahun 2011) saya masih 20 tahun saat itu. sedang berkasus dengan cinta. Cinta kepada orang yang sedekat hubungan kakak adik tapi tak berani memutuskan untuk melanjutkan atau mengakhiri. Buku ini adalah hal yang tak bisa saya ucapkan maknanya. Saat itu saya stug di satu kondisi. Tak bisa bercerita kepada siapapun. Sangat iseng membuka google dan memasukkan kata kunci “kisah kakak adik ketemu gede” dan dengan lucunya semesta ini mempertemukan saya dengan eBook Perahu Kertas. Tanpa banyak pikir saya mendownloadnya. Membacanya di layar laptop, bahkan sampai empat kali sebelum akhirnya membeli buku cetaknya sebagai penghargaan untuk diri sendiri baru pada 2012. Saya aquarius, pecinta laut, pecinta lelaki pendiam nan misterius. Entah guyonan semesta macam apa ini. Tapi yang pasti setelah membaca buku itu saya ber...

Semoga itu Kamu

Untuk kamu yang selalu memandangku dari samping. Entahlah aku harus menyebutmu apa. Aku tak pernah tau harus mendefinisimu seperti apa. Aku tak pandai mengaturmu, aku tak pandai mempertahankanmu di obrolan kita pada jarak jauh. Yang aku pandai hanya membuatmu bertahan disampingku saat kita sama-sama berbaring menghadap handphone kita, atau kadang buku berlatar orde baru. Kemudian kamu akan membelai rambutku dengan perlahan. Dan aku akan diam disana, bukan karena apapun, hanya karena aku mau seperti itu, karena saat aku bergerak, kamu akan menghentikan gerakanmu. Aku tak mau. Sejak belasan, aku mendefinisi cinta sebagai seseorang yang akan berada di sisiku, yang selaras dalam pemikiran, yang tak selalu mengemis perhatian dan ia yang berjuang untuk dunianya. Aku bahkan pernah disidang oleh banyak sahabatku karena ini. Mereka bilang kalau orang yang aku inginkan hanya ada di khayalanku saja. Kemudian di Mei kala itu aku tak sengaja membaca kepribadianmu, diperjalanan kita be...

#LoveWins

Bolehlah aku sedikit bergembira karena berita yang sedang ramai di minggu ini. Soal presiden Amerika yang melegalkan perkawinan sejenis di 50 negara bagian Amerika. Yah, walaupun aku mungkin bukan salah satu orang yang akan menikah dengan sesama jenis, tapi aku turut bahagia dengan semua tagar #LoveWins. Sayangnya masih banyak yang menentang dan memandang negatif. Dan lagi-lagi kacamatanya selalu AGAMA. Lalu semua dianggap salah dari kaca mata itu. titik. Tanpa koma. Entahbagian mana yang salah. Agamanya atau kita yang salah memandang dan mendefinisi agama. Bagiku secara pribadi, selama kita tidak bisa terbuka memandang agama, selamanya agama adalah hal yang tak bisa disandingkan dengan kehidupan bertoleransi. Kebanyakan sibuk mencela merasa paling benar, sebagian lagi sibuk menemukan alasan yang paling bisa diterima banyak orang untuk tidak membenarkan apa kata mereka yang mencela. Kemudian aku tergelitik dengan salah satu komentar di tab mention seorang artis yang seda...

Sepotong Bahagia yang Sederhana

Beberapa hari lalu aku dipaksa oleh sahabatku untuk bersama pergi ke kotanya.  Iya, aku termasuk jutaan manusia sial yang ternyata jatuh cinta pada sahabatnya sendiri. Kami bersahabat dalam satu lingkaran kecil berisi lima orang termasuk aku yang dipersatukan oleh kebutuhan kami menjelajah semesta. Aku benar tak merencanakan kepergianku kali ini, akan tetapi paksaan dari partner perempuanku di geng ini yang akhirnya membuatku beranjak dari kotaku, dengan banyak pertimbangan dan protes pada semesta yang skenarionya selalu tak terduga. Bagaimana tidak, ternyata aku masih belum siap bertemu lagi dengannya. Lelakiku. Tapi maaf, kali ini aku tidak sedang akan menceritakan kisah tentang cinta. Aku akan berkisah tentang hal lain. Di dalam lingkaran kami ini, ada dua orang lain yang memang hobi menganalisis lingkungan dan kehidupan, selain aku. Beberapa kali mereka bahkan rela menyusulku hanya untuk berbicara panjang tentang hidup, tentang sistem negara ini, tentang agam...

Tentang Kalian, Sahabat Perjalanan

Bisa dibilang aku adalah pecandu perjalanan alam, walaupun bisa dibilang aku hanya orang baru. Ternyata aku sudah merelakan diriku jatuh mencintai birunya laut, mencintai damainya pantai, mencintai indahnya bukit hijau.  Senja Di Pantai Pulau Impian Pantai Pribadi Bukit di Perjalanan Menuju Pantai Pribadi Sudah berkali kali aku akhirnya angkat ransel, jalan ke pelosok kabupaten bahkan hutan untuk memuaskan rasa rindu. kadang memang aku harus berangkat sendiri, tapi lebih sering aku berangkat bersama beberapa sahabat, sahabat yang memang akhirnya terbentuk karena kebutuhan kami akan pertemuan dengan alam indah. Pemberangkatan pertama kami yang tak sengaja, bahkan beberapa dari kami baru berkenalan di dalam mobil menuju perjalanan. Berakhir dengan persahabatan tak terpisahkan dengan banyak perbedaan tapi selalu dekat dalam doa. Dari perjalanan itulah akhirnya aku jadi pecandu kebersamaan yang akut, karena kadang bukan hanya alam yang menjadi alasan utama kam...

Ritual Ulang Tahun

Ini memang soal kebiasaan. Kebiasaan ini dimulai ketika umur kami masih 13. Kami adalah sahabat yang saling mengagumi dalam diam, sahabat yang saling mengasihi dalam doa. Bukan lewat sentuhan. Kami duduk di sekolah dan kelas yang sama saat itu, kami mengenal bukan karena kebiasaan yang sama, bagaimana bisa aku yang tak dapat duduk tenang ini bisa bersahabat dengan dia yang jarang mengeluarkan suara, ya, ini  kekuasaan Tuhan yang berkata demikian.          Kami jadi sepasang sahabat yang serasi karena kami saling melengkapi, dia yang selalu menjadi pendengar setiaku, sedangkan akulah orang yang selalu mengutarakan maksudnya kepada orang lain saat ia malas berkata melebihi kebiasaannya.           Kebiasaan kami dimulai ketika pergantian umur kami yang ke 13. Setiap tanggal 10 Februari, ia akan selalu mengucapkan selamat ulang tahun, menyelipkan bingkisan kecil dalam tas sekolahku, dan yang pasti sebait...

Sederhana Ternyata Lebih Punya Makna

Satu renunganku disaat aku menyendiri di kamar setelah aku bebas memilih bahagia. Siapapun boleh mencela atau bebas berkomentar. Tenyata Negara ini masih Negara bebas. Lalu sampai disatu titik aku semangat untuk mencela diriku sendiri. Diriku yang terlalu banyak berkomentar tentang banyak hal. Terlalu banyak menilai. Seharusnya pemerintah bisa melakukan ini, seharusnya Negara bisa menjamin ini untuk masyarakatnya, seharusnya organisasi ini bisa dong melakukan ini untuk masyarakat, dan banyak seharusnya. Sampai akhirnya aku lelah berkomentar, lelah mencoba berbicara di banyak rapat yang diadakan di pemerintahan yang memang ujungnya dilakuan karena ada anggaran, tapi tujuan tidak dipikirkan dengan matang. Aku pun kemudian hanya duduk di ruang rapat tanpa banyak mengubah keadaan karena aku memang hanya orang dilingkaran luar yang kebetulan mengkoordinatori satu organisasi yang bergerak di kesehatan masyarakat, sehingga aku turut diundang. Satu tahun lebih aku berkutat dengan b...

Pelajaran Dibalik Aku Berhenti Menangis

Hari ini entah hari yang seperti apa untukku. Tapi hari ini aku rasanya lelah menangis, lelah menitikan air mata. Tetapi akhirnya air mata ini mengingatkanku akan kisah hidupku beberapa tahun terakhir. Mungkin baru dua tahun belakangan ini aku bisa menangis. Aku ingat, bertahun-tahun lalu, menitikan air mata adalah hal yang haram dihidupku, dipikiranku lebih tepatnya. Aku sudah lupa awal alasan aku mau berhenti menangis, yang pasti disaat itu diumurku yang mungkin masih belia ada konsep aneh yang tertanam diotakku. “Kalau mau menjadi perempuan yang dihargai, jangan pernah terlihat lemah dimata banyak orang”. Dan akhirnya, di dalam pikiranku yang picik itu, menangis adalah hal yang terlihat sangat lemah. Kemudian terbentuklah aku yang keras, tak pernah sekalipun menitikan air mata, bahkan disaat dunia keras ini menghimpit, aku tak sekalipun menangis. Saat aku menghabiskan buku yang mengharu biru aku bergeming menghabiskan halamannya dalam diam. Bahkan untuk satu tayanga...