Langsung ke konten utama

Tolong Jangan




Jangan bawa aku ke gunung, bukan karena aku tak mencintai pemandangan dataran tinggi.
Tapi maaf, aku tak tahan dengan suhu disana

Tolong bawa aku ketepian sungai. Aku selalu mencintai memandang alirannya.
Karena di riaknya aku menemukan kesamaan cara pandangmu.

Jangan bawa aku keatas tebing. Bukan karena aku tak cinta memandang dunia seperti seekor burung.
Tapi aku takut ketinggian, aku takut terjatuh. Karena aku tau persis rasanya. Sakit.

Bawa aku ke tepian laut. Karena aku mencintai ombaknya, pasirnya, bahkan desingan anginnya.
Disana aku selalu puas membayangkanmu. Aku selalu senang mengingat kembali saat kamu memandangku dari jauh, ketika aku sedang tepekur menatap ombak.

Jangan suguhi aku kopimu, kopi hitam perpaduan dua sendok bubuk kopi dan satu sendok gula. Kopi kesayanganmu. Mengapa? Karena lambungku sudah tak sanggup lagi mencerna kopi hitam itu, kecuali lewat cangkirmu. Iya, kamu memang penawarku.

Tolong antar aku dengan sepeda motorku saja, jangan dengan mobilmu. Aku tak biasa bersisian denganmu. Aku telah terbiasa duduk dibelakangmu sambil memandang punggungmu, bahkan sesekali memelukmu.

Jangan bawa aku ke masa lalumu, karena sungguh aku sudah mengerti tiap jengkal perjuanganmu. Ajak saja aku bersamamu ke masa depan, karena aku yang selalu bersedia meredam lelahmu akan dunia.

Membawamu mengelilingi semesta.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan 30

 Hay Mi, Bagaimana rasanya tumbuh dewasa? Apakah menyenangkan seperti pikiran belasanmu? Aku tau tak mudah berada di titikmu saat ini. Berbanggalah Mi, hari ini kamu bisa meredam amarahmu dengan cukup baik. Berbahagialah Mi, karna hari ini kamu berhasil melewati banyak hal yang sulit. Bersoraklah Mi, karna kamu berhasil mengalahkan egomu yang maha dahsyat itu. Terima kasih untuk selalu berusaha dan kuat Terima kasih sudah melebarkan punggungmu untuk memeluk segala rasa tak nyaman Terima kasih sudah melapangkan dadamu untuk memaafkan segala hal Terima kasih untuk selalu menemukan kebahagian sederhana di sela hari Terima kasih banyak Mi, terima kasih banyak

Terima Kasih Dewi Lestari

Pagi ini entah mengapa saya iseng membaca twitter teh @deelestari . Penulis favorit saya, dan saya menyadari beberapa hal. Buku pertama yang saya baca adalah Perahu Kertas (tahun 2011) saya masih 20 tahun saat itu. sedang berkasus dengan cinta. Cinta kepada orang yang sedekat hubungan kakak adik tapi tak berani memutuskan untuk melanjutkan atau mengakhiri. Buku ini adalah hal yang tak bisa saya ucapkan maknanya. Saat itu saya stug di satu kondisi. Tak bisa bercerita kepada siapapun. Sangat iseng membuka google dan memasukkan kata kunci “kisah kakak adik ketemu gede” dan dengan lucunya semesta ini mempertemukan saya dengan eBook Perahu Kertas. Tanpa banyak pikir saya mendownloadnya. Membacanya di layar laptop, bahkan sampai empat kali sebelum akhirnya membeli buku cetaknya sebagai penghargaan untuk diri sendiri baru pada 2012. Saya aquarius, pecinta laut, pecinta lelaki pendiam nan misterius. Entah guyonan semesta macam apa ini. Tapi yang pasti setelah membaca buku itu saya ber...

Pelukan Kebebasan

Pukul 22.00. waktu dimana SMSmu hadir. Selalu di waktu ini. Terkadang sebelumnya, saat kamu terlalu cepat pulang dari ritualmu menghirup kopi. Kadang pula setelahnya, saat kamu terlalu sibuk dengan kawan bicaramu. Kita bisa berbicara berjam-jam di waktu malam, sebelum aku akhirnya sempat pensiun sebagai nocturnal. Saat bersamamu, aku selalu berfikir, ternyata jarak Surabaya – Semarang hanya sejengkal di dalam obrolan kita. Tak pernah lebih jauh. Kamu orang yang menyadarkan aku akan banyak hal yang berkaitan dengan hukum. Orang yang selalu berkata padaku, “Sekarang orang baik sudah langka, aku mau kita jadi salah satunya.” Dan kemudian aku selalu mengingat itu saat aku acuh terhadap orang lain. Saat itu kita memang sama-sama mengejar mimpi. Mimpi masing-masing yang memang tinggal selangkah dalam genggaman. Hubungan pertamaku dengan orang yang tak pernah protes dengan segala kesibukanku, karena kamu pun demikian sibuknya. kamu yang sebegitu dewasanya menanggapi aku yang khawa...