Langsung ke konten utama

#MiReview Sancaka Putra Petir

Berhubung udah ada sejuta orang lebih anak bapak yang kesambar petir #Gundala aku memberanikan diri nulis #MiReview, nggak nulis pas abis nonton karna takut spoiler. Kutakut kena karma kalo spoiler. Tapi tenang, nggak ada spoiler kok di sini, ada deh, tapi dikit banget.


Baru ini aku nonton film trus refleks tepuk tangan diakhir, baru kali ini juga aku beneran memperhatikan semua detil filmnya, baru kali ini jg ngumpat plus tepuk tangan kecil ditengah film main. Cuma nonton doang, tapi aku bangganya sampe mentok! COYY, GUNDALA EMANG SEKEREN ITU COY!

Story telling di film ini sungguh menarik, ceritanya beneran padet, ya karna emang film pembuka Jagat Sinema Bumilangit ya jadi mau nggak mau harus masukin banyak hal dalam cerita filmnya, nggak cuma ngeritain tentang Sancaka aja. Tapi walaupun ceritanya padat Joko Anwar berhasil bikin kita tetep enjoy nikmati, nggak pusing karna kebanyakan plot, atau bingung ama karakter yang kebanyakan.

Kalo dari ceritanya bener-bener Gunadala ini dibuat lebih membumi, dekat, dan relate. Dari dialog dan keadaan yang digambarkan, bisa dibilang film ini lebih condong ke film yang mengkritik keadaan sosial dibanding super hero.

Hal yang paling aku suka ada di awal film sampe yah seperempat film lah, waktu Sancaka kecil belajar dari keadaan yang menimpa dia dan keluarganya, termasuk pertemuannya sama Awang. Scene Sancaka-Awang ni sungguh favoritku. Penggambaran perubahan prinsip hidup Sancaka kecil sampe dewasa dari amat peduli sama sekitar, kemudian jadi apatis dan kemudian kembali tumbuh rasa pedulinya ini yang menurutku paling mengena. Ya kurang lebih sama kaya kita yang pasti pernah kecewa sama sekitar, sama negara, kemudian memilih buat nggak peduli tapi trus mencoba kembali peduli. Di film ini tu entah kenapa kita bisa berasa ikut merasakan perasaan Sancaka itu. Ditambah sama trauma masa kecil Sancaka dan mimpinya soal ibu yang dibawa sampe Sancaka dewasa ini bikin ceritanya makin kuat dan mengena.

Hal yang paling aku suka juga, setelah ceritanya bergulir dan banyak karakter muncul, hampir semua karakter dibuat abu-abu, kita nggak bisa langsung ngejudge dia antagonis atau protagonis. Orang yang kayaknya baik tapi juga kelihatan jahat, begitu juga orang yang kelihatan jahat. Plot twistnya ada banget. Eh tapi itu pengalamanku yang sebelum nonton nggak kepo sama sekali ya, bahkan nggak nonton trailer pun, jadi beneran dapet surprise.

Itu dari segi cerita, kalo soal teknis film, CGInya menurutku rapi, kayaknya juga banyak pake green screen tapi beneran nggak ngeh kalo pake, jadi berhasil dong ya. Yang agak kurang cuma pas pake sling, pas adegan kelempar tu ada beberapa part yang kecepetan, tapi mengingat ribetnya kalo pake sling ni, masih bisa dimaafkan kok, ketutup ama ceritanya yang bagus banget.

Buat adegan fighting yang banyak dikritik ama orang karna temponya nggak berubah dari awal sampe akhir, gatau kenapa aku kok malah suka ya? Koreo di sini emang nggak kaya di film-filmnya Iko Uwais yang ribet banget koreonya dan temponya cepet, di Gundala ini kebanyakan kita udah bisa nebak gitu lho koreonya, abis ini nendang ke mana, mukul ke mana, tapi kalo menurutku malah masuk akal buat ceritanya, karna Sancaka ni nggak diceritain langsung berubah punya kekuatan super yang tiba-tiba jago gitu, jadi menurutku kalo temponya nggak berubah jadi masuk banget ama cerita.

Bahas pemain nih, heran akutu #Gundala ni ngeborong banget aktor keren. Bahkan peran yang munculnya cuma beberapa detik aja diperanin ama orang-orang yang masuk nominasi penghargaan lho. Tapi yang emang mereka yang bikin kualitas filmnya jadi beneran membanggakan sih. Pemeran Sanciki (Sancaka kecil) beneran dah, dia layak banget dikasih piala, Bront Palarae juga keren banget meranin Pengkor, pemeran Pak Agung juga kucinta sekali, apalagi pas ngegetok kepala Sancaka 😂. Oiya sama Dea Panendra yang munculnya cuma beberapa detik tapi mencuri perhatian ni juga mau aku kasih tepuk tangan. Kalau Om Abimana sama Tara Basro ya udah lah ya gausah dibahas, sungguh mereka keren sangat, apalagi pengorbanan Om Abi yang kudu ngurusin badan, buset dah 👏

Aku udah nonton 2x baidewey, pertama kali nonton aku sungguh menikmati ceritanya, ngalir aja tanpa memperhatikan detilnya. Yang kedua kali aku baru cari tuh easter egg yang kesebar, makin lah cinta kali ama film ini. Dan yang paling kentara buat aku setelah 2x nonton adalah SCORING AMA SINEMATOGRAFINYA KEREN PARAH, mungkin karna yang pertama aku sibuk terbawa cerita kali ya, yang kedua kali nonton baru sadar kalo scoringnya mantep banget dan pengambilan gambarnya juga keren parah.

Sungguh cuma dengan nonton film aja aku bangga banget, Indonesia udah bisa bikin film super hero yang ciamik. Industri film Indonesia punya standar baru yang nggak main-main. Indonesia punya Jagat Sinema Bumilangit yang yakin bakalan nggak kalah keren sama universe lain.

Kalo kalian masih ragu buat nonton Gundala, atau ngerasa film super hero sama sekali bukan genre filmmu, coba dulu lah nonton Gundala, ini bukan film super hero biasa kok. Jauh lebih humanis, isinya juga banyakan kritik sosialnya. Film ini bukan tentang Sancaka yang tiba-tiba nyambar orang pake petir, film ini bercerita tentang Sancaka yang tiba-tiba jadi "manusia". Gundala ini bukan film super hero, film ini tentang kritik kita yang diterikan lewat film. Sayang aja kalo ngelewatin film sekeren ini di bioskop.

Yang lebih sayang menurutku sih ya karna kamu melewatkan nonton adegan om Abimana shirtless andukan merah di layar bioskop yang segede gaban sih 😂😂😂.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Dan Pengalaman Sakaw Aroma Karsa (Full Spoiler)

“Kalau wewangian bisa berbicara, suaraku pasti sudah habis menyapa mereka satu demi satu”  Jati Wesi (Surat-Surat Dari Grasse. Aroma Karsa – part 8) “Dari semua yang pernah kukenal, kamu orang pertama yang bisa membaui dunia seperti yang kubaui, yang bisa mencium apa yang kucium. Orang pertama yang mengerti.” – Jati Wesi (Separuh Misteri. Aroma Karsa – part 7) “Asmara tidak bisa dipahami, Cuma bisa dirasakan akibatnya” – Empu Smarakandi Beberapa bulan ini aku sedang keranjingan satu karya yang berhasil membolak balik pikiranku, yang membuat hatiku berjangkar di sana tanpa mau berpindah sejak awal kalimatnya sampai. Aroma Karsa, satu lagi karya terbaru Dee Lestari yang baru 16 Maret 2018 lalu resmi terbit di toko buku. Aroma Karsa sendiri diterbitkan dalam dua versi, buku dan digital. Secara digital, buku ini diterbitkan dalam format cerbung yang dibagi dalam 18 part setiap hari senin dan kamis mulai Januari lalu oleh Bookslife. Seperti yang terlihat pa...

Terima Kasih Dewi Lestari

Pagi ini entah mengapa saya iseng membaca twitter teh @deelestari . Penulis favorit saya, dan saya menyadari beberapa hal. Buku pertama yang saya baca adalah Perahu Kertas (tahun 2011) saya masih 20 tahun saat itu. sedang berkasus dengan cinta. Cinta kepada orang yang sedekat hubungan kakak adik tapi tak berani memutuskan untuk melanjutkan atau mengakhiri. Buku ini adalah hal yang tak bisa saya ucapkan maknanya. Saat itu saya stug di satu kondisi. Tak bisa bercerita kepada siapapun. Sangat iseng membuka google dan memasukkan kata kunci “kisah kakak adik ketemu gede” dan dengan lucunya semesta ini mempertemukan saya dengan eBook Perahu Kertas. Tanpa banyak pikir saya mendownloadnya. Membacanya di layar laptop, bahkan sampai empat kali sebelum akhirnya membeli buku cetaknya sebagai penghargaan untuk diri sendiri baru pada 2012. Saya aquarius, pecinta laut, pecinta lelaki pendiam nan misterius. Entah guyonan semesta macam apa ini. Tapi yang pasti setelah membaca buku itu saya ber...

Pelukan Kebebasan

Pukul 22.00. waktu dimana SMSmu hadir. Selalu di waktu ini. Terkadang sebelumnya, saat kamu terlalu cepat pulang dari ritualmu menghirup kopi. Kadang pula setelahnya, saat kamu terlalu sibuk dengan kawan bicaramu. Kita bisa berbicara berjam-jam di waktu malam, sebelum aku akhirnya sempat pensiun sebagai nocturnal. Saat bersamamu, aku selalu berfikir, ternyata jarak Surabaya – Semarang hanya sejengkal di dalam obrolan kita. Tak pernah lebih jauh. Kamu orang yang menyadarkan aku akan banyak hal yang berkaitan dengan hukum. Orang yang selalu berkata padaku, “Sekarang orang baik sudah langka, aku mau kita jadi salah satunya.” Dan kemudian aku selalu mengingat itu saat aku acuh terhadap orang lain. Saat itu kita memang sama-sama mengejar mimpi. Mimpi masing-masing yang memang tinggal selangkah dalam genggaman. Hubungan pertamaku dengan orang yang tak pernah protes dengan segala kesibukanku, karena kamu pun demikian sibuknya. kamu yang sebegitu dewasanya menanggapi aku yang khawa...