Langsung ke konten utama

Secukupnya Saja

Pada masa hidupku yang belum panjang ini, aku pernah melalui masa hanya bekerja saja, mengejar apa yang disebut pencapaian, berlari hingga tanpa sadar aku meninggalkan banyak hal, pertemanan, kesenangan, pergaulan, dan bahkan aku meninggalkan hal yang membuatku hidup. Aku beralih menghamba pencapaian.

Aku melupakan hal yang membuatku bahagia, aku menukarkan banyak waktu untuk terus berlari, melupakan banyak hal sampai aku mendapati diriku hanya kumpulan target dan ekspektasi. Berbulan aku merenung, bertahun aku berusaha mengaisi hal yang mungkin dapat membuatku bahagia. 

Ternyata menjadi orang yang tak lagi di depan dan bersinar sungguh tak mudah untuk egoku yang maha tinggi ini, tapi aku mengalahkannya. Aku menukarnya dengan waktu, waktu untuk lebih peduli pada orang terdekat yang ternyata menyayangiku lebih dari apa yang aku pernah doakan hadirnya, waktu yang aku gunakan untuk mengisi jiwaku kembali, waktu yang akhirnya kugunakan untuk merenung, dan waktu yang kubiarkan saja berlalu menetes.

Iya, aku pernah di sana, bersinar dengan terang. Aku pun pernah di sana, berusaha memadamkan sinarku hingga redup. Dan aku saat ini di sini, bersinar tanpa menyilaukan. Aku bukan lagi seseorang yang mencuat pada segala hal, bukan seorang yang mengemban banyak keputusan, aku seorang yang biasa saja. Tapi aku bersenang-senang di tengah semesta yang terus berputar. 

Saat ini aku hanya ingin melakukan banyak hal dengan secukupnya. Bekerja secukupnya, melalukan banyak hal di luar pekerjaan secukupnya, dan bersenang-senang secukupnya.

Aku paham betul pencapaian itu harus dikejar, tapi diri kita yang penuh dan utuh juga suatu pencapaian, menurutku.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan 30

 Hay Mi, Bagaimana rasanya tumbuh dewasa? Apakah menyenangkan seperti pikiran belasanmu? Aku tau tak mudah berada di titikmu saat ini. Berbanggalah Mi, hari ini kamu bisa meredam amarahmu dengan cukup baik. Berbahagialah Mi, karna hari ini kamu berhasil melewati banyak hal yang sulit. Bersoraklah Mi, karna kamu berhasil mengalahkan egomu yang maha dahsyat itu. Terima kasih untuk selalu berusaha dan kuat Terima kasih sudah melebarkan punggungmu untuk memeluk segala rasa tak nyaman Terima kasih sudah melapangkan dadamu untuk memaafkan segala hal Terima kasih untuk selalu menemukan kebahagian sederhana di sela hari Terima kasih banyak Mi, terima kasih banyak

Terima Kasih Dewi Lestari

Pagi ini entah mengapa saya iseng membaca twitter teh @deelestari . Penulis favorit saya, dan saya menyadari beberapa hal. Buku pertama yang saya baca adalah Perahu Kertas (tahun 2011) saya masih 20 tahun saat itu. sedang berkasus dengan cinta. Cinta kepada orang yang sedekat hubungan kakak adik tapi tak berani memutuskan untuk melanjutkan atau mengakhiri. Buku ini adalah hal yang tak bisa saya ucapkan maknanya. Saat itu saya stug di satu kondisi. Tak bisa bercerita kepada siapapun. Sangat iseng membuka google dan memasukkan kata kunci “kisah kakak adik ketemu gede” dan dengan lucunya semesta ini mempertemukan saya dengan eBook Perahu Kertas. Tanpa banyak pikir saya mendownloadnya. Membacanya di layar laptop, bahkan sampai empat kali sebelum akhirnya membeli buku cetaknya sebagai penghargaan untuk diri sendiri baru pada 2012. Saya aquarius, pecinta laut, pecinta lelaki pendiam nan misterius. Entah guyonan semesta macam apa ini. Tapi yang pasti setelah membaca buku itu saya ber...

Pelukan Kebebasan

Pukul 22.00. waktu dimana SMSmu hadir. Selalu di waktu ini. Terkadang sebelumnya, saat kamu terlalu cepat pulang dari ritualmu menghirup kopi. Kadang pula setelahnya, saat kamu terlalu sibuk dengan kawan bicaramu. Kita bisa berbicara berjam-jam di waktu malam, sebelum aku akhirnya sempat pensiun sebagai nocturnal. Saat bersamamu, aku selalu berfikir, ternyata jarak Surabaya – Semarang hanya sejengkal di dalam obrolan kita. Tak pernah lebih jauh. Kamu orang yang menyadarkan aku akan banyak hal yang berkaitan dengan hukum. Orang yang selalu berkata padaku, “Sekarang orang baik sudah langka, aku mau kita jadi salah satunya.” Dan kemudian aku selalu mengingat itu saat aku acuh terhadap orang lain. Saat itu kita memang sama-sama mengejar mimpi. Mimpi masing-masing yang memang tinggal selangkah dalam genggaman. Hubungan pertamaku dengan orang yang tak pernah protes dengan segala kesibukanku, karena kamu pun demikian sibuknya. kamu yang sebegitu dewasanya menanggapi aku yang khawa...