Langsung ke konten utama

"Penggaris" Dan "Tangga" Sendiri

Dua tahun lalu adekku pernah datang kepadaku mengeluh karna salah satu teman sekelasnya ditawari ke luar negeri untuk sekolah lagi oleh seseorang yang mengenalnya baik dan berkuasa, padahal kalau mau diurutkan dengan rangking, adekku jauh di atas temannya yang beruntung ini. Dia menangis karena merasa dunia ini tidak adil. 


Saat itu aku beritahu dia soal posisi keluarga kami “Ayah sama Ibu itu nggak punya lift buat kita naik, kamu tau kan? Mungkin orang lain bisa seenaknya aja naik tanpa susah payah karna ya memang orang tua mereka ngebangunin lift buat dia, tapi kan kita nggak. Kalau kita mau ada di puncak ya kita harus bangun tangga kita sendiri”.  Begitulah keluarga kami, orang tua kami bukan orang kaya raya yang punya kasta dan kuasa. Sesungguhnya kalimat itu yang selalu aku tanam untuk diriku sendiri saat aku sedang merasa iri dan kurang beruntung melihat seseorang yang hidupnya terlihat kelewat mudah karna orang tuanya punya kuasa sedangkan aku harus bersusah payah demi mendapatkan apa yang dia peroleh dengan mudahnya.


Aku juga mungkin sama seperti banyak orang yang suka membandingkan keberhasilan. Sering menjadikan keberhasilan orang lain sebagai goal keberhasilanku. “dia gajinya udah sekian, udah bisa beli mobil sendiri, udah jadi manager, udah bla bla bla” lalu hal itu yang aku jadikan tolok ukur keberhasilanku. Aku lupa bahwa sebenarnya kita tidak bisa mengukur keberhasilan kita dengan “penggaris” orang lain. Setiap orang pasti punya titik dimana dia merasa sudah mencapai targetnya, dan target yang aku dan orang lain buat pasti sangatlah berbeda, lalu mengapa aku masih menggunakan “penggaris” orang lain untuk mengukur keberhasilanku?


Sekarang beginilah aku dan adekku, sedikit semi sedikit membangun tangga kami, naik dengan perlahan dan mencoba tidak lagi mengukur keberhasilan kami dengan “penggaris” orang lain. Nasib setiap orang pasti berbeda, kalau mereka bisa dengan gampangnya melejit ke atas ya biarkan saja. Kami juga sedang naik kok, hanya saja kami naik dengan tangga kami sendiri. Karna kami sangat percaya bahwa usaha tidak akan pernah berkhianat. Aku pun yakin bahwa kualitas seseorang akan makin tinggi levelnya saat tempaan itu juga tinggi kadarnya.


Jadi untuk kamu yang masih merasa iri dan kurang beruntung karna selalu berkaca kepada orang lain, mari melihat lagi diri kita, mari bercermin dengan “cermin” kita sendiri. Kalau ternyata tak ada alat apapun untuk dapat naik ke atas ya mari membangun tangga kita sendiri. Diam saja tidak akan membuat kita jadi beruntung dan dapat berdiri di atas kok, yang dapat kita lakukan ya terus bergerak, berusaha naik dengan usaha dan kerja keras kita sendiri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Terima Kasih Dewi Lestari

Pagi ini entah mengapa saya iseng membaca twitter teh @deelestari . Penulis favorit saya, dan saya menyadari beberapa hal. Buku pertama yang saya baca adalah Perahu Kertas (tahun 2011) saya masih 20 tahun saat itu. sedang berkasus dengan cinta. Cinta kepada orang yang sedekat hubungan kakak adik tapi tak berani memutuskan untuk melanjutkan atau mengakhiri. Buku ini adalah hal yang tak bisa saya ucapkan maknanya. Saat itu saya stug di satu kondisi. Tak bisa bercerita kepada siapapun. Sangat iseng membuka google dan memasukkan kata kunci “kisah kakak adik ketemu gede” dan dengan lucunya semesta ini mempertemukan saya dengan eBook Perahu Kertas. Tanpa banyak pikir saya mendownloadnya. Membacanya di layar laptop, bahkan sampai empat kali sebelum akhirnya membeli buku cetaknya sebagai penghargaan untuk diri sendiri baru pada 2012. Saya aquarius, pecinta laut, pecinta lelaki pendiam nan misterius. Entah guyonan semesta macam apa ini. Tapi yang pasti setelah membaca buku itu saya ber...

Pelukan Kebebasan

Pukul 22.00. waktu dimana SMSmu hadir. Selalu di waktu ini. Terkadang sebelumnya, saat kamu terlalu cepat pulang dari ritualmu menghirup kopi. Kadang pula setelahnya, saat kamu terlalu sibuk dengan kawan bicaramu. Kita bisa berbicara berjam-jam di waktu malam, sebelum aku akhirnya sempat pensiun sebagai nocturnal. Saat bersamamu, aku selalu berfikir, ternyata jarak Surabaya – Semarang hanya sejengkal di dalam obrolan kita. Tak pernah lebih jauh. Kamu orang yang menyadarkan aku akan banyak hal yang berkaitan dengan hukum. Orang yang selalu berkata padaku, “Sekarang orang baik sudah langka, aku mau kita jadi salah satunya.” Dan kemudian aku selalu mengingat itu saat aku acuh terhadap orang lain. Saat itu kita memang sama-sama mengejar mimpi. Mimpi masing-masing yang memang tinggal selangkah dalam genggaman. Hubungan pertamaku dengan orang yang tak pernah protes dengan segala kesibukanku, karena kamu pun demikian sibuknya. kamu yang sebegitu dewasanya menanggapi aku yang khawa...

Review Dan Pengalaman Sakaw Aroma Karsa (Full Spoiler)

“Kalau wewangian bisa berbicara, suaraku pasti sudah habis menyapa mereka satu demi satu”  Jati Wesi (Surat-Surat Dari Grasse. Aroma Karsa – part 8) “Dari semua yang pernah kukenal, kamu orang pertama yang bisa membaui dunia seperti yang kubaui, yang bisa mencium apa yang kucium. Orang pertama yang mengerti.” – Jati Wesi (Separuh Misteri. Aroma Karsa – part 7) “Asmara tidak bisa dipahami, Cuma bisa dirasakan akibatnya” – Empu Smarakandi Beberapa bulan ini aku sedang keranjingan satu karya yang berhasil membolak balik pikiranku, yang membuat hatiku berjangkar di sana tanpa mau berpindah sejak awal kalimatnya sampai. Aroma Karsa, satu lagi karya terbaru Dee Lestari yang baru 16 Maret 2018 lalu resmi terbit di toko buku. Aroma Karsa sendiri diterbitkan dalam dua versi, buku dan digital. Secara digital, buku ini diterbitkan dalam format cerbung yang dibagi dalam 18 part setiap hari senin dan kamis mulai Januari lalu oleh Bookslife. Seperti yang terlihat pa...