Langsung ke konten utama

Semesta Baru





Waktu berdetak terlalu cepat akhir-akhir ini, itulah yang aku rasakan. Mungkin ini hanya salah satu akibat dari aku yang sedang didera, dicambuk banyak impian yang menunggu digapai. Aku sudah tak lagi menyembuhkan luka, aku sudah tuntas memaafkan masa lalu. Aku sudah lama beranjak, tak lagi berkubang dalam jurang yang seolah nyaman. Aku tau, kemarin adalah proses panjangku untuk mengikhlaskan banyak hal. Sesuatu yang dulu menjadi semestaku, sesuatu yang pernah selalu menjadi alasanku bangun tiap harinya, merelakan waktu berlalu dengan otak yang tak henti berfikir. Sayangnya, masaku habis disana. Aku tak lagi memiliki semesta itu. Tak mudah meninggalkannya, tapi saat ini aku sungguh ikhlas meninggalkannya. Tanpa penyesalan, tanpa rasa ragu. Walaupun setelahnya aku merasakan waktu adalah detik yang terasa, menetes perlahan, karna deraan itu kosong, dan tak ada yang lebih menjengahkan selain perpaduan sempurna antara kekosongan, waktu yang menetes, sakit hati dan patah hati sekaligus. Butuh berbulan-bulan untuk menyembuhkannya. Melupakan amarah hingga tak ada lagi dendam. Memaknai kata maaf, bukan hanya ungkapan tapi maaf untuk segalanya, termasuk untuk memaafkan diri sendiri. Tak lagi sibuk membela diri, hanya membiarkan saja semua spekulasi itu berkata.

Bolehkan aku menyebut diriku sekarang sebagai “manusia yang terlahir baru”?


Sungguh ungkapan itu yang benar aku rasakan, tak ada lagi penyesalan yang menggantung, tak ada lagi seandainya yang menyesap nyata, tak ada lagi maaf yang perlu diucap. Semestaku terlahir kembali dengan bentuk yang jauh berbeda. Cibiran masih banyak mampir di telinga. Tapi biarlah, semestaku tak akan berputar dengan modal cacian mereka. Semestaku berputar karna impian dan harapan. Bukan mereka yang menggerakkan semestaku, tapi diriku sendiri. Mendera diriku akan sama halnya dengan memutar poros semestaku. Sekarang biar saja waktu berlalu bagai desingan peluru. Karena ditiap detik yang membanjir ada nafas baru disana, ada harapan yang mengucur deras, dan ada aku yang tak lagi dipeluk kematian.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Terima Kasih Dewi Lestari

Pagi ini entah mengapa saya iseng membaca twitter teh @deelestari . Penulis favorit saya, dan saya menyadari beberapa hal. Buku pertama yang saya baca adalah Perahu Kertas (tahun 2011) saya masih 20 tahun saat itu. sedang berkasus dengan cinta. Cinta kepada orang yang sedekat hubungan kakak adik tapi tak berani memutuskan untuk melanjutkan atau mengakhiri. Buku ini adalah hal yang tak bisa saya ucapkan maknanya. Saat itu saya stug di satu kondisi. Tak bisa bercerita kepada siapapun. Sangat iseng membuka google dan memasukkan kata kunci “kisah kakak adik ketemu gede” dan dengan lucunya semesta ini mempertemukan saya dengan eBook Perahu Kertas. Tanpa banyak pikir saya mendownloadnya. Membacanya di layar laptop, bahkan sampai empat kali sebelum akhirnya membeli buku cetaknya sebagai penghargaan untuk diri sendiri baru pada 2012. Saya aquarius, pecinta laut, pecinta lelaki pendiam nan misterius. Entah guyonan semesta macam apa ini. Tapi yang pasti setelah membaca buku itu saya ber...

Pelukan Kebebasan

Pukul 22.00. waktu dimana SMSmu hadir. Selalu di waktu ini. Terkadang sebelumnya, saat kamu terlalu cepat pulang dari ritualmu menghirup kopi. Kadang pula setelahnya, saat kamu terlalu sibuk dengan kawan bicaramu. Kita bisa berbicara berjam-jam di waktu malam, sebelum aku akhirnya sempat pensiun sebagai nocturnal. Saat bersamamu, aku selalu berfikir, ternyata jarak Surabaya – Semarang hanya sejengkal di dalam obrolan kita. Tak pernah lebih jauh. Kamu orang yang menyadarkan aku akan banyak hal yang berkaitan dengan hukum. Orang yang selalu berkata padaku, “Sekarang orang baik sudah langka, aku mau kita jadi salah satunya.” Dan kemudian aku selalu mengingat itu saat aku acuh terhadap orang lain. Saat itu kita memang sama-sama mengejar mimpi. Mimpi masing-masing yang memang tinggal selangkah dalam genggaman. Hubungan pertamaku dengan orang yang tak pernah protes dengan segala kesibukanku, karena kamu pun demikian sibuknya. kamu yang sebegitu dewasanya menanggapi aku yang khawa...

Review Dan Pengalaman Sakaw Aroma Karsa (Full Spoiler)

“Kalau wewangian bisa berbicara, suaraku pasti sudah habis menyapa mereka satu demi satu”  Jati Wesi (Surat-Surat Dari Grasse. Aroma Karsa – part 8) “Dari semua yang pernah kukenal, kamu orang pertama yang bisa membaui dunia seperti yang kubaui, yang bisa mencium apa yang kucium. Orang pertama yang mengerti.” – Jati Wesi (Separuh Misteri. Aroma Karsa – part 7) “Asmara tidak bisa dipahami, Cuma bisa dirasakan akibatnya” – Empu Smarakandi Beberapa bulan ini aku sedang keranjingan satu karya yang berhasil membolak balik pikiranku, yang membuat hatiku berjangkar di sana tanpa mau berpindah sejak awal kalimatnya sampai. Aroma Karsa, satu lagi karya terbaru Dee Lestari yang baru 16 Maret 2018 lalu resmi terbit di toko buku. Aroma Karsa sendiri diterbitkan dalam dua versi, buku dan digital. Secara digital, buku ini diterbitkan dalam format cerbung yang dibagi dalam 18 part setiap hari senin dan kamis mulai Januari lalu oleh Bookslife. Seperti yang terlihat pa...